Selasa, 27 Desember 2011

INOVASI DAN PENGEMBANGAN KURIKULUM


KEDUDUKAN DAN KOMPONEN KURIKULUM
Oleh: Said Saleh

A.        PENDAHULUAN
   Perjalanan sejarah mencatat bahwa kurikulum pendidikan nasional kita telah mengalami perubahan, dimulai dari kurikulum 1947, kurikulum 1952, kurikulum 1964, kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984, kurikulum 1994, kurikulum 2004, dan kurikulum 2006. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, ilmu pengetahuan, dan  teknologi dalam masyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal ini disebabkan oleh kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis disertai berbagai inovasi sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua perubahan kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945. Perbedaannya  pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan dan pendekatan dalam merealisasikannya. Perubahan kurikulum tersebut tentu disertai dengan tujuan pendidikan yang berbeda-beda, karena dalam setiap perubahan tersebut ada tujuan tertentu yang ingin dicapai dalam memajukan pendidikan nasional kita.
Berkenaan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, menurut UU sistem pendidikan  nasional tahun 2003 pada bagian penjelasan tercantum visi dan misi pendidikan nasional sebagai bagian dari strategi pembaruan sistem pendidikan. Adapun visi pendidikan nasional adalah terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas, sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Sedangkan misi pendidikan nasional adalah; pertama, mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia; kedua, membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar; ketiga, meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral; keempat, meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan global; kelima, memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berdasarkan uraian di atas, maka cukup beralasan jika semua oknum yang terlibat langsung dalam pengelolaan sistem pendidikan harus melakukan berbagai inovasi dalam mendidik peserta didik dalam tugas dan tanggung jawabnya. Inovasi adalah suatu ide, hal-hal yang praktis, metode, cara, barang-barang buatan manusia, yang diamati atau dirasakan sebagai suatu yang baru bagi seseorang atau kelompok orang (masyarakat). Hal yang baru tersebut dapat berupa hasil  discoveri, yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu atau untuk memecahkan masalah.
B.         PEMBAHASAN
1.      Kedudukan Kurikulum Dalam Perspektif Pendidikan
Kedudukan kurikulum dalam pendidikan dapat kita lihat dari   peranan pengembangan kurikulum. Berkenan dengan peranan kurikulum Prof. Dr. Soedijarto, MA menyatakan bahwa:
[S]ekolah merupakan lembaga sosial yang keberadaannya merupakan bagian dari sistem sosial negara bangsa. Ia bertujuan untuk mencetak manusia yang cakap, demokratis, bertanggung jawab, beriman, bertakwa, sehat jasmani, dan rohani,  memiliki pengetahuan dan keterampilan, berkepribadian yang mantap dan mandiri, dan lain sebagaiannya. Pencapaian itu akan bisa diraih ketika ada suatu proses yang terencana dengan efisien, efektif, dan relevan. Agar tujuan tersebut tercapai, maka dibutuhkan kurikulum yang kuat, baik  secara infrastruktur maupun superstruktur.[1]

Apakah kurikulum yang dimaksud tersebut? Kurikulum hanya akan  efisien dan efektif menjalankan fungsi pendidikan bila dilaksanakan oleh guru yang memiliki kemampuan profesional. Bila muncul pertanyaan selanjutnya, apakah peran penting yang  dipegang oleh kurikulum, sehingga strategi dalam pengembangan pendidikan yang berkualitas? Jawabannya, kurikulum secara hakiki adalah jalan yang harus ditempuh peserta didik guna mencapai tujuan program pendidikan. Tanpa adanya kurikulum yang jelas maka tujuan pendidikan yang akan dicapai akan menjadi buyar. Bila tidak disebut demikian maka tujuan pendidikan yang dihasilkan pun tidak sesuai dengan target yang ingin diraih. Oleh sebab itu, kurikulum merupakan penunjuk arah ke mana pendidikan akan dituntun dan diarahkan atau akan menghasilkan output pendidikan seperti apa. Oleh karenanya, hal mendasar yang kemudian harus menjadi perhatian dan pertimbangan penting dalam kurikulum adalah identifikasi tujuan pendidikan yang harus dicapai para peserta didik.[2]  
Hal tersebut penting, untuk memberi gambaran umum dan khusus    ke mana materi pendidikan akan diajarkan kepada peserta didik, termasuk metode ajar, monitoring, dan evaluasi akhir. Dalam proses identifikasi, secara umum akan menggambarkan kompetensi, pengetahuan, dan sikap yang dikuasai oleh lulusan pendidikan dalam wilayah studi kurikulum yang kemudian disebut tahap pertama perencanaan kurikulum. Setelah disebutkan dan diuraikan sejumlah tujuan pendidikan  yang harus dicapai oleh peserta didik, selanjutnya dirancang struktur program pendidikan yang memuat jenis-jenis mata pelajaran, latihan, dan bobot mata pelajaran dalam alokasi jam pelajaran. Setelah kurikulum satuan pendidikan tuntas dirancang dan diselesaikan, maka akan memasuki tahap mengembangkan kurikulum yang mencakup penyusunan garis besar program belajar mengajar (pengembangan kurikulum suatu materi pelajaran) dan pengembangan program pembelajaran.[3]
Kurikulum sebagai  program pendidikan yang telah direncanakan secara sistematis, mengemban peranan yang sangat penting bagi pendidikan (peserta didik). Apabila dianalisis secara sederhana sifat dari masyarakat dan kebudayaan, di mana sekolah sebagai institusi sosial melaksanakan operasinya, paling tidak ditentukan tiga jenis peranan kurikulum yang dinilai sangat pokok, yaitu:
a.    Peranan Konservatif    
Kebudayaan sudah ada sebelum lahirnya suatu generasi dan tidak akan pernah mati meski generasi yang bersangkutan sudah habis. Kebudayaan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah laku, bahkan kebudayaan terwujud dan didirikan dari prilaku manusia. Kebudayaan mencakup aturan yang berisi kewajiban tang tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak atau tindakan yang dilarang dan yang diizinkan. Semua kebudayaan yang sudah membudaya harus ditransmisikan kepada peserta didik selaku generasi penerus. Oleh karena itu, semua ini menjadi tanggung jawab kurikulum dalam menafsirkan dan mewariskan nilai-nilai budaya yang mengandung makna membina prilaku peserta didik. Sekolah sebagai lambang sosial sangat berperan dalam mempengaruhi perilaku anak sesuai dengan nilai-nilai sosial yang ada di dalam masyarakat. Jadi, kurikulum bertugas menyimpan dan mewariskan nilai-nilai budaya.[4]
Dengan demikian, kurikulum bisa dikatakan konservatif karena mentransmisikan dan menafsirkan warisan sosial kepada peserta didik atau generasi muda. Sekolah sebagai suatu lembaga sosial, sangat berperan penting dalam mempengaruhi dan membina tingkah laku peserta didik sesuai dengan nilai-nilai sosial yang ada di lingkungan masyarakat sebagai suatu proses sosial. Pada hakikatnya, pendidikan itu berfungsi untuk menjembatani antara siswa selaku peserta didik dengan orang dewasa di dalam suatu proses pembudayaan yang semakin berkembang  menjadi lebih kompleks. Dalam hal ini, fungsi kurikulum menjadi sangat penting serta turut membantu dalam proses tersebut.
b.    Peranan  Kritis dan Evaluatif
Mempelajari lembaga-lembaga kemasyarakatan yang penting  di dalam  masyarakat yang bersangkutan akan nampak hal yang berbeda antara yang satu dengan yang lain, ini terbukti karena kebudayaan suatu masyarakat dari waktu ke waktu selalu berkembang, berubah dan berkembang. Sekolah sebagai pusat budaya sosial yang berperan dalam mewariskan norma-norma budaya masyarakat tidak hanya sampai di situ, melainkan punya peran untuk memilih unsur-unsur kebudayaan.  Selanjutnya, klasifikasi yang siap untuk dievaluasikan dijadikan bahan-bahan pengalaman belajar dengan didesain menjadi mata pelajaran. Karena itu kurikulum amat berperan aktif sebagai kontrol sosial dan menekankan pada unsur berpikir kritis di mana nilai-nilai sosial yang tidak sesuai dengan perkembangan teknologi disisihkan dan nilai-nilai sosial yang sesuai ditata untuk diorganisasikan menjadi bentuk pengalaman yang mampu mengembangkan sikap kritis anak ke arah pembentukan pribadi yang tereintegrasi dengan kehidupan nyata di masyarakat. Jadi kurikulum adalah alat untuk menilai dan sekaligus memperbaiki masyarakat.[5]   
c.     Peranan Kreatif
Kurikulum melakukan kegiatan-kegiatan kreatif dan konstruktif, dalam arti menciptakan dan menyusun sesuatu yang baru sesuai dengan kebutuhan masa sekarang dan masa mendatang dalam masyarakat. Guna membantu setiap individu dalam mengembangkan potensinya, kurikulum menciptakan pelajaran, pengalaman, cara berpikir, berkemampuan dan keterampilan baru, sehingga memberikan manfaat bagi masyarakat.[6]   
Untuk itulah sekolah didirikan, yakni membantu dan membimbing peserta didik untuk tumbuh dan kembang menjadi manusia yang sanggup menghadapi segala masalah dalam hidupnya sesuai dengan tujuan dan cita-cita negara. Oleh karena itu, kurikulum membuat kegiatan-kegiatan yang sifatnya kreatif dan konstruktif dalam rangka membantu peserta didik mendapat materi pelajaran atau program pendidikan, pengalaman, dan lain sebagainya. Kesemuannya itu guna membantu peserta didik dalam mengembangkan potensi yang ada pada dirinya.     
Ketiga peranan kurikulum di atas, harus dilaksanakan secara seimbang, sehingga tercipta keharmonisan di antara ketiganya.  Dengan demikian, kurikulum dapat memenuhi  tuntutan waktu dan keadaan untuk membantu peserta didik menuju kebudayaan yang akan datang, sehingga mereka menjadi generasi yang siap dan terampil dalam segala hal. Implikasi peranan di atas, dalam praktek pendidikan dengan kurikulum yang digunakan adalah bahwa pendidikan memiliki cita-cita untuk menciptakan suatu  masyarakat yang ideal, sesuai dengan nilai-nilai yang dianut suatu bangsa dan selaras dengan tujuan pendidikan nasional. Kurikulum berupaya didesain agar dapat mengembangkan sains dan teknologi dengan tepat, sehingga peserta didik menjadi sumber daya manusia yang andal, namun tanpa kehilangan identitas bangsanya.
2.      Komponen Kurikulum Dalam Perspektif Pendidikan
Ralfh W. Tyler  dalam Muhammad Joko Susilo mengajukan 4 (empat) pertanyaan pokok yang mendasari ditemukannya komponen kurikulum, yakni:
 a.       Tujuan apa yang harus dicapai sekolah?
b.      Bagaimana memilih bahan pelajaran guna mencapai tujuan itu?
c.       Bagaimanakah bahan disajikan agar efektif diajarkan?
d.      Bagaimana efektivitas belajar dapat dinilai?[7]
Berdasarkan pertanyaan itu, maka diperoleh keempat komponen kurikulum yakni; pertama, tujuan; kedua, bahan pelajaran; ketiga, proses belajar mengajar; keempat, evaluasi dan penilaian. Pola kurikulum yang dikemukakan oleh Tyler ini nampaknya sangat sederhana, namun dalam kenyataannya lebih kompleks daripada yang diduga. Tak mudah menentukan pendidikan dan pengajaran, tak mudah pula menentukan bahan untuk mendidik anak agar menjadi manusia pembangunan, jujur, kerja keras, dan sebagainya. Menentukan kegiatan belajar mengajar yang efektif tak kurang sulitnya, karena keberhasilannya harus diketahui setelah nilai.[8]  
Tiap komponen saling bertalian erat dengan semua komponennya lainnya, jadi tujuan bertalian erat dengan bahan pelajaran, proses belajar mengajar, dan penilaian.  Tanda panah dua arah melambangkan interelasi antara komponen-komponen kurikulum. Kita lihat tiap komponen yang mana pun ada hubungannya dengan semua komponen lainnya. Apa yang tampak gambang pada bagan sebenarnya tidak mudah dalam pelaksanaan pengembangan kurikulum, apalagi dalam mencapai tujuan-tujuan yang bersifat umum, terutama dalam bidang afektif.  Bahan apa yang paling serasi untuk membentuk manusia yang jujur, bertanggung jawab, takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang paling setia kepada janji, cermat, bersih, bijaksana, sopan, dan sebagainya, tidak mudah menentukannya. Juga tidak mudah menentukan proses belajar mengajarnya yang tepat. Apakah seorang akan lebih bertanggung jawab bila ia disuruh menghafal peraturan-peraturan atau mendiskusikannya? Bagaimana menilai seseorang bahwa ia telah bertanggung jawab dalam segala perbuatannya. Kalau dikaitkan dengan tujuan nasional yang dirumuskan dalam falsafat bangsa dan negara yaitu Pancasila, maka dapat kita rasakan betapa sukar dan peliknya pekerjaan mengembang kurikulum.[9]  
Apabila kurikulum diurai secara struktural, maka akan terdapat paling tidak ada  4 (empat) komponen utama, yakni tujuan, isi, strategi dan organisasi, dan evaluasi. Keempat komponen tersebut saling berkaitan satu sama lain, sehingga  mencerminkan satu kesatuan utuh sebagai program pendidikan. Uraiannya di bawah ini menjelaskan keempat komponen tersebut, yaitu:
a.      Tujuan Kurikulum  
Tujuan kurikulum adalah arah atau sasaran yang hendak dituju oleh proses penyelenggaraan pendidikan. Dalam setiap kegiatan sepatutnya mempunyai tujuan, karena tujuan menuntun kepada apa yang hendak dicapai, atau sebagai gambaran tentang hasil akhir dari suatu kegiatan. Dengan mempunyai gambaran jelas, tentang hasil yang hendak dicapai itu dapatlah diupayakan berbagai kegiatan maupun perangkat untuk mencapainya.[10]
Tujuan kurikulum pada hakikatnya adalah tujuan dari setiap program pendidikan yang akan diberikan kepada peserta didik. Mengingat kurikulum adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan, maka tujuan kurikulum harus dijabarkan dari tujuan umum pendidikan. Dalam sistem pendidikan nasional, tujuan umum pendidikan dijabarkan dari falsafah bangsa, yaitu Pancasila. Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila  bertujuan meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yakni manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas, dan terampil serta sehat jasmani dan rohani.[11]
Kurikulum sebagai suatu alat pencapaian tujuan pendidikan, tujuan akhir adalah tujuan pendidikan atau tujuan sekolah. Ia tidak dapat segera dicapai dalam jangka waktu pendek, melainkan membutuhkan waktu lama. Untuk mencapai tujuan itu perlu melalui langkah-langkah pencapaian tujuan antara yang bersifat, dan waktunya pendek, yaitu tujuan kurikulum, tujuan bidang studi, atau tujuan  pelajaran. Meskipun demikian, tujuan antara sering kali membutuhkan langkah pencapaian segera, yaitu tujuan yang menggambarkan hasil kegiatan dalam proses pengajaran, atau tujuan pengajaran.
b.      Isi Kurikulum
Isi kurikulum berkenaan dengan pengetahuan ilmiah dan pengalaman belajar yang harus diberikan kepada siswa untuk dapat mencapai tujuan pendidikan. Dalam menentukan isi kurikulum baik yang berkenaan dengan pengetahuan ilmiah maupun pengalaman belajar disesuaikan dengan tingkat dan jenjang pendidikan, perkembangan yang terjadi dalam masyarakat menyangkut tuntutan dam keutuhan masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sudah barang tentu tidak lepas dari kondisi peserta didik dalam pengertian pertumbuhan dan perkembangannya pada setiap jenjang dan tingkat pendidikan. Pengetahuan ilmiah pada hakikatnya adalah kebudayaan manusia, yakni hasil cipta, karya, dan karsa manusia yang telah diterima secara universal.[12]   
Pengalaman belajar yang diperoleh siswa dari sekolah menjadi isi kurikulum. Siswa melakukan berbagai kegiatan dalam rangka memperoleh pengalaman belajar tersebut. Pengalaman-pengalaman ini dirancang dan diorganisasi sedemikian rupa, sehingga apa yang diperoleh siswa sesuai tujuan. Dalam menentukan jenis pengalaman yang menjadi isi kurikulum, adakalanya tujuan digunakan sebagai acuan. Hal ini tergantung pada konsep, rancang bangun, dan acuan filosofi  yang digunakan. Bila pengalaman belajar itu lebih diutamakan, maka tujuan mengacu kepadanya. Sebaliknya, bila tujuan yang diutamakan, maka pengalaman belajar mengacu kepada tujuan.[13]
c.       Organisasi dan Strategi Kurikulum
Organisasi kurikulum menunjukkan pada pengertian tentang bagaimana isi kurikulum yang berupa pengalaman belajar itu disusun dan diberikan kepada siswa. Organisasi erat kaitannya dengan metode belajar mengajar yang merupakan implementasi kurikulum. Karena pola yang digunakan dalam penyusunan isi kurikulum turut mewarnai metode tersebut. Bentuk organisasi itu sendiri ditentukan oleh bentuk dan jenis kurikulum yang disusun.  Jadi, bentuk kurikulum juga mewarnai metode belajar mengajar. Kurikulum yang berpusat pada peserta didik misalnya bagaimana tujuan kurikulum untuk membentuk  pribadi secara utuh. Oleh karena itu, peranan bahan atau isi kurikulum tidak begitu menonjol, karena yang paling penting adalah proses belajar yang dapat memberi pengalaman sesuai dengan kebutuhan setiap siswa, baik fisik maupun psikis sesuai dengan bakat dan minat masing-masing. Pada umumnya bentuk kurikulum semacam ini proses belajar mengajarnya berupa proyek, seperti halnya yang dilaksanakan dalam kurikulum kegiatan atau kurikulum  pengalaman.[14]
Komponen kurikulum selanjutnya strategi kurikulum memberi petunjuk bagaimana kurikulum dilaksanakan di sekolah. Kurikulum dalam pengertian program pendidikan masih dalam taraf rencana yang harus diwujudkan secara nyata di sekolah, sehingga mempengaruhi dan mengantarkan peserta didik kepada tujuan pendidikan. Oleh sebab itu, komponen strategi pelaksanaannya memegang peranan penting. Bagaimana baiknya kurikulum sebagai rencana, tanpa dapat diwujudkan pelaksanaannya tidak akan membawa hasil yang diharapkan. Ada beberapa unsur dalam strategi pelaksanaan kurikulum, yakni; pertama, tingkat dan jenjang pendidikan; kedua,  proses belajar mengajar; ketiga, bimbingan penyuluhan; keempat, administrasi supervisi; kelima, sarana kurikuler, dan; keenam, evaluasi atau penilaian.[15]
d.      Evaluasi Kurikulum
Komponen evaluasi sangat penting artinya bagi pelaksanaan kurikulum. Hasil evaluasi dapat memberi petunjuk, apakah sasaran  yang ingin dituju dapat dicapai atau tidak. Di samping itu, evaluasi juga berguna untuk menilai, apakah proses kurikulum berjalan secara optimal atau tidak. Dengan demikian, dapat diperoleh petunjuk tentang pelaksanaan kurikulum tersebut. Berdasarkan petunjuk yang diperoleh dapat dilakukan perbaikan-perbaikan. Evaluasi kurikulum sepatutnya dilakukan secara terus menerus. Untuk itu perlu terlebih dahulu ditetapkan secara jelas apa yang akan dievaluasi, dengan menggunakan acuan dan tolok ukur yang jelas pula. Sehubungan dengan rancang bangun kurikulum ini, evaluasi dilakukan untuk mencapai dua sasaran utama, yaitu; pertama, evaluasi terhadap hasil atau produk kurikulum; kedua, evaluasi terhadap proses kurikulum.[16]
Evaluasi kurikulum dimaksudkan menilai suatu kurikulum sebagai program pendidikan untuk menentukan efisiensi, efektivitas, relevansi, dan produktivitas program dalam mencapai tujuan pendidikan. Efisiensi berkenaan dengan penggunaan waktu, tenaga, sarana dan sumber-sumber lainnya secara optimal. Efektivitas berkenaan dengan pemilihan atau penggunaan cara atau jalan utama yang paling tepat dalam mencapai suatu tujuan. Relevansi berkenaan dengan kesesuaian suatu program dan pelaksanaannya dengan tuntutan dan kebutuhan baik dari kepentingan masyarakat maupun peserta didik. Produktivitas berkenaan dengan optimalnya hasil yang dicapai dari suatu program.[17]    

      C.    PENUTUP
1.   Kesimpulan
a.       Kedudukan kurikulum dalam pendidikan dapat kita lihat dari   peranan pengembangan kurikulum, yaitu; pertama, peranan konservatif; kedua, peranan kritis dan evaluatif; ketiga, peranan kreatif.
b.  Kurikulum dikatakan konservatif karena kurikulum mentransmisikan dan menafsirkan warisan sosial kepada peserta didik atau generasi muda. Sekolah sebagai suatu lembaga sosial, sangat berperan penting dalam mempengaruhi dan membina tingkah laku peserta didik sesuai dengan nilai-nilai sosial yang ada di lingkungan masyarakat sebagai suatu proses sosial.
c.   Kurikulum dikatakan kritis dan evaluatif karena kurikulum amat berperan aktif sebagai kontrol sosial dan menekankan pada unsur berpikir kritis di mana nilai-nilai sosial yang tidak sesuai dengan perkembangan teknologi disisihkan dan nilai-nilai sosial yang sesuai ditata untuk diorganisasikan menjadi bentuk pengalaman yang mampu mengembangkan sikap kritis anak ke arah pembentukan pribadi yang tereintegrasi dengan kehidupan nyata di masyarakat.
d. Kurikulum dikatakan kreatif, karena kurikulum melakukan kegiatan-kegiatan kreatif dan konstruktif, dalam arti menciptakan dan menyusun sesuatu yang baru sesuai dengan kebutuhan masa sekarang dan masa mendatang dalam masyarakat. Guna membantu setiap individu dalam mengembangkan potensinya.
e.   Kurikulum secara struktural terdapat paling tidak ada 4 (empat) komponen utama, yakni tujuan, isi, organisasi dan strategi, dan evaluasi.
2.      Saran
Penulis mengakui makalah ini jauh dari kesempurnaan, dan hal ini lebih disebabkan oleh kekurangan referensi yang dimiliki oleh penulis, maka untuk itu penulis mengharapkan kritik yang membangun untuk  perbaikan makalah ini pada masa yang akan datang. 



DAFTAR PUSTAKA
 
Ahmad, M, Pengembangan Kurikulum, Bandung:Pustaka Setia, 1998.

Ali, Muhammad, Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Bandung:Sinar Baru Algensindo, 2008.

Idi, Abdullah, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007.

Joko Susilo, Muhammad, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2008.

-------------, Dasar-Dasar dan Proses Pembelajaran, Yogyakarta: LP2I Press, 2004

Seodjarto, Landasan dan Arah Pendidikan Nasional Kita, Jakarta:Kompas, 2008.

Sudjana, Nana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2005.

Yamin, Moh, Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan, Yogyakarta: Diva Press, 2009.


 


[1]  Seodjarto, Landasan dan Arah Pendidikan Nasional Kita, (Jakarta:Kompas, 2008), hal. 117.
[2] Moh. Yamin, Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan, (Yogyakarta: Diva Press, 2009), hal. 35-37.
[3] Ibid.
[4] Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), hal. 217.
[5] M. Ahmad, Pengembangan Kurikulum, (Bandung:Pustaka Setia, 1998), hal. 110-111
[6] Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, hal. 218-219.
[7] Muhammad Joko Susilo, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2008), hal 88.
[8]  Muhammad Joko Susilo, Dasar-Dasar dan Proses Pembelajaran, (Yogyakarta: LP2I Press, 2004), hal. 77.
[9] Muhammad Joko Susilo, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, hal. 89-90.
[10] Muhammad Ali, Pengembangan Kurikulum di Sekolah, (Bandung:Sinar Baru Algensindo, 2008), hal. 53.
[11] Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2005), hal. 21.
[12] Ibid., hal. 27-28.
[13] Muhammad Ali, Pengembangan Kurikulum di Sekolah, hal. 54-55.
[14] Ibid., hal. 57.
[15] Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, hal. 39.
[16] Muhammad Ali, Pengembangan Kurikulum di Sekolah, hal. 60.
[17] Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, hal. 49.

1 komentar: