Kurikulum merupakan elemen strategis dalam sebuah layanan program
pendidikan. Ia adalah ’cetak biru’ (blue
print) atau acuan bagi segenap pihak yang terkait dengan penyelenggaraan
program. Dalam konteks ini dapatlah dikatakan bahwa kurikulum yang baik
semestinya akan menghasilkan proses dan produk pendidikan yang baik.
Sebaliknya, kurikulum yang buruk akan membuahkan proses dan hasil pendidikan
yang juga jelek.
Persoalannya, hubungan antara
kurikulum (sebagai rencana atau doku-men) dengan proses dan hasil pendidikan
(kurikulum sebagai aksi dan produk) tidaklah bersifat linear. Terlalu banyak
faktor yang mempengaruhinya. Pertama,
sebagai suatu sistem, mutu sebuah kurikulum akan ditentukan oleh proses perancangan, pengembangan, pelaksanaan, dan
evaluasinya. Kedua, secara programatik,
kualitas sebuah kurikulum ditentukan oleh kesanggupannya dalam
mempertanggungjawabkan pelbagai keputusan yang diambil, baik secara keilmuan,
moral, sosial, dan praktikal. Ketiga,
secara pragmatik, nilai sebuah kurikulum ditentukan oleh kemampuannya dalam
memberikan layanan pendidikan yang dapat mendorong peserta didik untuk dapat mencapai
tujuan pendidikan yang diharapkan, baik oleh peserta didik sendiri maupun oleh
masyarakat dan sistem sosial.
Dari perspektif manajemen mutu terpadu (Total
quality management) ---- yang telah lama diterapkan dalam mengelola lembaga
pendidikan----- pendidikan adalah jasa layanan. Sebagai sebuah jasa layanan,
keberhasilan suatu program pendidikan ditentukan oleh kesanggupannya dalam
memenuhi kepuasan pengguna (customer
satisfaction). Indikator kepuasan itu, demikian dinyatakan ahli manajemen
mutu seperti Deming dan Juran, ditetapkan
oleh kesanggupan layanan pendidikan dalam memenuhi harapan, keinginan, dan kebutuhan
pengguna (peserta didik dan pemangku kepentingan). Itu berarti, kurikulum yang
baik adalah kurikulum yang berorientasi akhir pada kebutuhan dan kepuasan
pengguna.
Atas dasar itu pula dapatlah ditegaskan di sini bahwa kurikulum yang baik
dan bermakna adalah kurikulum yang dikembangkan dengan beranjak dari hakikat
pendidikan termasuk pendidikan menengah umum (pengertian dan tujuan), hakikat
pebelajar, hakikat belajar dan
pembelajaran, hakikat muatan, serta kesanggupan lulusan pendidikan dalam
menghadapi secara layak dinamika kehidupan yang akan datang. Namun demikian, mengingat tujuan dan ciri setiap
kelompok usia sekolah pada masing-masing satuan pendidikan itu berbeda-beda, adalah
sebuah kenisyaan jika pengembangan dan pelaksanaan kurikulum itu mengakomodasi
setiap perbedaan atau keunikan yang ada.
Mengapa serumit dan selengkap itu pijakan yang digunakan? Karena sekolah
bukan sekedar kebutuhan edukasi formalistik. Sekolah adalah kawah candradimuka
yang akan membantu peserta didik dalam mengembangkan potensi dan membentuk dirinya
secara optimal menjadi pribadi dan anggota komunitas yang memiliki kesanggupan
dan kecakapan untuk hidup produktif dan bermakna tanpa tercerabut dari hakikat
kemanusiaan dan kehambaannya terhadap Sang Maha Agung.
Beranjak pada pelbagai faktor penentu kualitas kurikulum dan pemikiran
tersebut, melalui makalah ini, penulis berupaya untuk menggambarkan secara konseptual mengenai
karakteristik dan tuntutan terhadap pendidikan
sekolah menengah umum (PMU), model kurikulum yang sesuai khususnya untuk
mewadahi layanan pembelajaran Bahasa Indonesia, serta imlementasi kurikulum
dalam tataran praksis pendidikan di sekolah. (Mohammad Yunus)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar