MODEL PENGEMBANGAN TUJUAN PENDIDIKAN
oleh : Said Saleh
A.
PENDAHULUAN
Pembahasan
mengenai kurikulum tidak mungkin dilepaskan dari posisi kurikulum dalam pendidikan, proses pengembangan kurikulum, dan tujuan pendidikan. Pembahasan
mengenai ketiga hal ini dalam urutan seperti itu sangat penting karena
pengertian terhadap posisi kurikulum menentukan proses pengembangan kurikulum
dalam dunia pendidikan, dan pada gilirannya posisi tersebut menentukan proses
pengembangan kurikulum, dan tujuan pendidikan.
Pembahasan
mengenai pengertian ini penting karena ada dua alasan utama; pertama, sering
kali kurikulum diartikan dalam pengertian yang sempit dan teknis. Dalam
pengertian ini, definisi yang
dikemukakan mengenai pengertian kurikulum kebanyakan adalah mengenai komponen
yang harus ada dalam suatu kurikulum. Untuk itu berbagai definisi diajukan para
ahli sesuai dengan pandangan teoritik atau praktis yang dianutnya. Ini
menyebabkan studi tentang kurikulum dipenuhi dengan lautan definisi tentang
arti kurikulum tersebut; kedua, definisi yang digunakan akan sangat
berpengaruh terhadap apa yang akan dilakukan oleh para pengembang kurikulum.
Pengertian sempit atau teknis kurikulum yang digunakan untuk mengembangkan
kurikulum adalah sesuatu yang wajar dan merupakan sesuatu yang harus dikerjakan
oleh para pengembang kurikulum. Sayangnya, pengertian yang sempit itu turut
pula menyempitkan posisi kurikulum dalam pendidikan, sehingga peran dan tujuan pendidikan
dalam pembangunan individu, masyarakat, dan bangsa menjadi terbatas pula.
Pembahasan
mengenai posisi kurikulum adalah penting karena posisi itu akan memberikan
pengaruh terhadap apa yang harus dilakukan kurikulum dalam suatu proses
pendidikan. Tidak seperti halnya dengan pengertian kurikulum oleh para ahli
kurikulum tidak banyak berbeda dalam posisi kurikulum. Kebanyakan mereka
memiliki kesepakatan dalam menempatkan kurikulum di posisi sentral dalam proses
pendidikan. Kiranya bukanlah sesuatu yang berlebihan jika dikatakan bahwa
proses pendidikan dikendalikan, diatur, dan dinilai berdasarkan kriteria yang
ada dalam kurikulum. Pengecualian dari ini adalah apabila proses pendidikan itu
menyangkut masalah administrasi di luar isi pendidikan. Meski pun demikian
terjadi perbedaan mengenai koordinat posisi sentral tersebut di mana ruang lingkup
setiap koordinat ditentukan oleh pengertian kurikulum yang dianut.
Pembahasan
mengenai proses pengembangan kurikulum merupakan terjemahan dari pengertian
kurikulum, dan posisi kurikulum dalam proses pendidikan dalam bentuk berbagai
kegiatan pengembangan. Pengertian dan posisi kurikulum akan menentukan apa yang
seharusnya menjadi perhatian awal para pengembang kurikulum, mengembangkan ide
kurikulum, mengembangkan ide dalam bentuk dokumen kurikulum, proses
implementasi, dan proses evaluasi kurikulum. Pengertian dan posisi kurikulum
dalam proses pendidikan menentukan apa yang seharusnya menjadi tolok ukur
keberhasilan kurikulum, sebagai bagian dari keberhasilan dan tujuan pendidikan.
B.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan
adalah merupakan suatu masalah yang sangat fundamental dalam pelaksanaan. Sebab
dari tujuan pendidikan itu akan menentukan corak dan isi pendidikan. Dari
tujuan pendidikan akan menentukan ke arah mana peserta didik akan dibawa. Masalah
pendidikan adalah merupakan masalah yang sangat penting dalam kehidupan. Bukan
saja sangat penting, bahkan masalah pendidikan itu sama sekali tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan. Baik dalam kehidupan keluarga, maupun dalam
kehidupan bangsa dan negara. Maju dan mundurnya suatu bangsa sebagian besar
ditentukan oleh maju mundurnya pendidikan negara itu.[1]
Mengingat
sangat pentingnya pendidikan itu bagi kehidupan bangsa dan negara, maka hampir
seluruh negara, maka hampir seluruh negara di dunia ini mengangani secara
langsung masalah-masalah yang berhubungan dengan pendidikan. Dalam hal ini masing-masing negara itu menentukan sendiri
tujuan pendidikan di negaranya. Masing-masing bangsa mempunyai pandangan hidup
sendiri-sendiri, yang berbeda satu dengan yang lain. Menurut sejarah, bangsa
Yunani tujuan pendidikannya ialah ketenteraman. Mereka berpendapat bahwa berperang adalah
suatu perkara yang sangat penting untuk kemaslahatan hidup mereka. Oleh karena
itu mereka sangat mementingkan pendidikan jasmani, agar badan mereka menjadi
sehat, kuat, dan tangkas, dan siap menghadapi peperangan di mana perlu. Di antaranya lagi ada yang
berpendapat yaitu perasaan halus, dan suka kepada keindahan adalah suatu hal
yang utama guna mencapai hidup bahagia. Oleh karena itu, mereka sangat pula
mengutamakan pendidikan yang dapat menumbuhkan perasaan halus, dan keindahan
seperti seni musik, gambar, melukis, syair, dan sebagainya.[2]
Adapun
menurut Islam, tujuan pendidikan ialah membentuk manusia supaya sehat, cerdas,
patuh dan tunduk kepada perintah Allah SWT serta menjauhi larangan-larangan-Nya.
Sehingga ia dapat berbahagia hidupnya lahir batin, dunia dan akhirat. Dan masih
banyak lagi tujuan-tujuan pendidikan menurut keinginan bangsanya
sendiri-sendiri.[3]
Di atas,
telah disebutkan bahwa tujuan pendidikan akan menentukan corak dan isi
pendidikan. Isi pendidikan itu adalah tidak lain adalah kurikulum. Kurikulumlah
yang merupakan alat pembentukan. Dengan demikian, maka dasar pendidikan itu
menentukan corak dan isi dari kurikulum.
Kurikulum adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Adapun tujuan akhir
dari pendidikan itu adalah mendidik anak agar berguna bagi dirinya sendiri,
keluarga, masyarakat, bangsa, dan negaranya.
2.
Klasifikasi
Tujuan Pendidikan
Menurut Langeveld dalam Abu Ahamdi dan Nur
Uhbiyati, tujuan pendidikan itu ada bermacam-macam, yaitu:
a.
Tujuan Umum
Tujuan ini
disebut tujuan total, tujuan yang sempurna atau tujuan akhir. Tujuan akhir dari
pendidikan adalah untuk membentuk insan kamil atau insan yang sempurna. Manusia
dikatakan sempurna apabila dalam hidupnya menunjukkan adanya keselarasan atau
keharmonisan antara jasmani dan rohaniah.
b.
Tujuan Khusus
Tujuan-tujuan
pendidikan yang telah disesuaikan dengan keadaan-keadaan tertentu, dalam rangka
untuk mencapai tujuan umum pendidikan, inilah yang dimaksud dengan tujuan
khusus. Pengkhususan tujuan yang disesuaikan dengan kondisi dan situasi-situasi
tertentu, misalnya:
1)
Disesuaikan dengan cita-cita pembangunan suatu
bangsa.
2)
Disesuaikan dengan tujuan dari suatu badan atau
lembaga pendidikan.
3)
Disesuaikan dengan bakat kemampuan peserta didik.
4)
Disesuaikan dengan tingkat pendidikan, dan
sebagainya.
c.
Tujuan Tak Lengkap
Tiap-tiap
aspek pendidikan mempunyai tujuan pendidikan sendiri-sendiri. Tujuan dari
masing-masing aspek pendidikan inilah yang dimaksud dengan tujuan pendidikan
tak lengkap. Sebab masing-masing aspek pendidikan itu menganggap dirinya
seolah-olah terlepas dari aspek pendidikan yang lain. Padahal masing-masing aspek pendidikan itu hanyalah
merupakan bagian-bagian dari pendidikan secara keseluruhan. Oleh karena itu
tujuan dari masing-masing aspek itu harus dilengkapi dengan tujuan dari
aspek-aspek yang lain.
d.
Tujuan Insidentil
Tujuan ini
timbul secara kebetulan, secara mendadak dan hanya bersifat sesaat. Misalnya
tujuan untuk mengadakan hiburan atau variasi dalam kehidupan sekolah, maka
diadakanlah darmawisata ke suatu tempat. Dalam hal ini tujuan itu telah
selesai, setelah darmawisata dilaksanakan.
e.
Tujuan Sementara
Tujuan
sementara adalah tujuan-tujuan yang ingin kita capai dalam fase-fase tertentu
dari pendidikan. Misalnya anak dimasukkan ke sekolah. Tujuannya ialah agar anak
dapat membaca dan menulis. Dapat membaca dan menulis ini adalah tujuan
sementara.
f.
Tujuan Perantara
Tujuan
perantara disebut juga tujuan intermedia. Tujuan ini adalah merupakan alat atau
sarana untuk mencapai tujuan-tujuan yang lain, misalnya kita belajar bahasa
Inggris atau bahasa Belanda, atau yang lainnya. Tujuan belajar bahasa ini ialah
agar kita dapat mempelajari buku-buku bahasa Inggris atau bahasa Belanda atau
yang lainnya. [5]
Dalam
penjabaran lebih lanjut, sesuai dengan tingkatan, jenis sekolah dan program
pendidikan yang diberikan kita mengenal 4 tujuan pendidikan yaitu:
a.
Tujuan umum pendidikan, yakni pembentukan manusia
berpancasila.
b. Tujuan institusional (tujuan lembaga pendidikan),
yaitu tujuan yang diharapkan dicapai oleh lembaga atau jenis tingkatan sekolah
sebagai tujuan antara untuk sampai pada tujuan umum.
c.
Tujuan kurikuler (tujuan bidang studi/mata
pelajaran), yaitu penjabaran tujuan institusional berisi program-program
pendidikan dalam kurikulum lembaga pendidikan.
d.
Tujuan instruksional (tujuan proses belajar dan
mengajar), merupakan tujuan yang terbawah dan jenis tujuan-tujuan di atas.
Tujuan ini menyangkut tujuan yang hendak kita capai dalam kegiatan pendidikan
kita sehari-hari.[6]
3.
Tujuan Pendidikan Islam
Ada beberapa
pendapat para ahli yang menunjukkan tujuan pendidikan Islam. Di bawah ini beberapa pendapat para ahli mengenai
tujuan pendidikan Islam, yaitu:
a.
Menurut Prof. Dr. M. Athiyah Al-Abrasyi menyatakan
bahwa tujuan pendidikan Islam adalah “[P]embentukan moral yang tinggi adalah
tujuan-tujuan utama. Pendidikan budi pekerti adalah jiwa dari pendidikan Islam
dan Islam telah menyimpulkan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah
jiwa pendidikan Islam.”[7]
b.
Menurut Abdurrahman Shaleh menyatakan bahwa tujuan
pendidikan Islam adalah “[M]emberikan bantuan kepada manusia yang belum dewasa,
supaya cakap menyelesaikan tugas hidupnya yang di ridhai Allah SWT, sehingga
terjalinlah kebahagiaan dunia dan akhirat atas kekuasaannya sendiri.”[8]
c.
Menurut Acmad D. Marimba menyatakan bahwa tujuan
pendidikan Islam ialah “[T]erbentuknya kepribadian Muslim. Kepribadian muslim
ialah kepribadian yang seluruh aspek-aspeknya yakni baik tingkah laku maupun
filsafat hidupnya, dan kepercayaannya menunjukkan pengabdian kepada Tuhan,
penyerahan diri kepada-nya.”[9]
4.
Tujuan Pendidikan di Indonesia
Di
Indonesia perubahan-perubahan tujuan pendidikan itu pernah terjadi. Berikut ini
perubahan-perubahan itu secara kronologis sebagai berikut:
a.
Menurut Mr. Suwandi (tanggal 1 Maret 1945),
rumusan tujuan pendidikan membentuk patriotisme. Rumusan ini adalah jawaban
yang tepat bagi tahap revolusi fisik yang ditandai oleh kedatangan/kembalinya
pemerintah kolonial.
b.
Menurut UUPP No.4/1950, jo No. 12/1954, dalam Bab
II, pasal 4 disebutkan dasar pendidikan dan pengajaran berdasar atas asas-asas
yang termaktub dalam Pancasila dan atas kebudayaan kebangsaan Indonesia.
c.
Menurut ringkasan Tap. MPRS No.II/MPRS/1960 bahwa
tujuan pendidikan adalah politik dan
sistem pendidikan nasional baik yang diselenggarakan oleh pihak pemerintah
maupun pihak swasta, supaya melahirkan warga negara Indonesia berjiwa
Pancasila, yaitu ketuhanan Yang Maha Esa, perikemanusiaan yang adil dan
beradab, kebangsaan, kerakyatan, dan keadilan sosial.
d.
Menurut Keputusan MPRS No. XXVII tahun 1966 bahwa
tujuan pendidikan adalah membentuk manusia Pancasila sejati berdasarkan
ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki oleh pembukaan UUD 1945 dan isi
UUD 1945.
e.
Menurut Ketetapan MPRS No. IV tahun 1973 bahwa
tujuan pendidikan adalah pembangunan di bidang pendidikan didasarkan atas
falsafah negara Pancasila, dan diarahkan untuk membentuk manusia-manusia
pembangunan yang berpancasilais dan membentuk manusia Indonesia yang sehat jasmani
dan rohaninya.
f.
Menurut GBHN tahun 1978 dan GBHN Tahun 1983 bahwa
tujuan pendidikan: pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan bertujuan
meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan Maha esa, kecerdasan, keterampilan, dan
mempertinggi berbudi pekerti dan memperkuat
kepribadian.[10]
g.
Menurut UU No. 20 Tahun 2003 pasal 3 menyatakan
bahwa “[T]ujuan pendidikan adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[11]
5.
Posisi Kurikulum Dalam Tujuan Pendidikan
Kurikulum
memiliki posisi sentral dalam setiap upaya pendidikan. Kurikulum seolah-olah
hanya dimiliki oleh lembaga pendidikan modern dan yang telah memiliki rencana
tertulis. Sedangkan lembaga pendidikan yang tidak memiliki rencana tertulis
dianggap tidak memiliki kurikulum. Pengertian di atas memang pengertian yang
diberlakukan untuk semua unit pendidikan dan secara administratif kurikulum
harus terekam secara tertulis.[12]
Posisi
sentral ini menunjukkan bahwa di setiap unit pendidikan dan kegiatan
kependidikan yang utama adalah proses interaksi akademik antara peserta didik,
pendidik, sumber dan lingkungan. Posisi sentral ini menunjukkan pula bahwa
setiap interaksi akademik adalah jiwa dari pendidikan. Dapat dikatakan bahwa
kegiatan pendidikan atau pengajaran pun tidak dapat dilakukan tanpa interaksi
dan kurikulum adalah desain dari interaksi tersebut.
Dalam
posisi maka kurikulum merupakan bentuk akuntabilitas lembaga pendidikan
terhadap masyarakat. Setiap lembaga pendidikan, apakah lembaga pendidikan yang
terbuka untuk setiap orang ataukah lembaga pendidikan khusus haruslah dapat
mempertanggungjawabkan apa yang dilakukannya terhadap masyarakat. Lembaga
pendidikan tersebut harus dapat memberikan "academic
accountability" dan "legal accountability"
berupa kurikulum. Oleh karena itu jika ada yang ingin mengkaji dan mengetahui
kegiatan akademik apa dan apa yang ingin dihasilkan oleh suatu lembaga
pendidikan maka ia harus melihat dan mengkaji kurikulum. Jika seseorang ingin
mengetahui apakah yang dihasilkan ataukah pengalaman belajar yang terjadi di
lembaga pendidikan tersebut tidak bertentangan dengan hukum maka ia harus
mempelajari dan mengkaji kurikulum lembaga pendidikan tersebut. [13]
Dalam
pengertian "intrinsik" kependidikan, maka kurikulum adalah jantung pendidikan
Artinya, semua gerak kehidupan kependidikan yang dilakukan sekolah didasarkan
pada apa yang direncanakan kurikulum. Kehidupan di sekolah adalah kehidupan
yang dirancang berdasarkan apa yang diinginkan kurikulum. Pengembangan potensi
peserta didik menjadi kualitas yang diharapkan adalah didasarkan pada
kurikulum. Proses belajar yang dialami peserta didik di kelas, di sekolah, dan
di luar sekolah dikembangkan berdasarkan apa yang direncanakan kurikulum.
Kegiatan evaluasi untuk menentukan apakah kualitas yang diharapkan sudah
dimiliki oleh peserta didik dilakukan berdasarkan rencana yang dicantumkan
dalam kurikulum. Oleh karena itu kurikulum adalah dasar dan sekaligus
pengontrol terhadap aktivitas pendidikan. Tanpa kurikulum yang jelas apalagi
jika tidak ada kurikulum sama sekali maka kehidupan pendidikan di suatu lembaga
menjadi tanpa arah dan tidak efektif dalam mengembangkan potensi peserta didik
menjadi kualitas pribadi yang maksimal.
Untuk
menegakkan akuntabilitasnya maka kurikulum tidak boleh hanya membatasi diri
pada persoalan pendidikan dalam pandangan perenialisme atau esensialisme. Kedua
pandangan ini hanya akan membatasi kurikulum, dan pendidikan, dalam kepeduliannya.
Kurikulum dan pendidikan melepaskan diri dari berbagai masalah sosial yang
muncul, hidup, dan berkembang di masyarakat. Kurikulum menyebabkan sekolah
menjadi lembaga menara gading yang tidak terjamah oleh keadaan masyarakat dan
tidak berhubungan dengan masyarakat. Situasi seperti ini tidak dapat dipertahankan
dan kurikulum harus memperhatikan tuntutan masyarakat dan rencana bangsa untuk
kehidupan masa mendatang. Problema masyarakat harus dianggap sebagai tuntutan,
menjadi kepedulian dan masalah kurikulum. Apakah kurikulum bersifat
mengembangkan kualitas peserta didik yang diharapkan dapat memperbaiki masalah
dan tantangan masyarakat ataukah kurikulum merupakan upaya pendidikan membangun
masyarakat baru yang diinginkan bangsa menempatkan kurikulum pada posisi yang
berbeda. [14]
Secara
singkat, posisi kurikulum dapat disimpulkan menjadi tiga, yaitu:
a.
Kurikulum adalah "construct" yang
dibangun untuk mentransfer apa yang sudah terjadi di masa lalu kepada generasi
berikutnya untuk dilestarikan, diteruskan atau dikembangkan. Pengertian
kurikulum berdasarkan pandangan filosofis perenialisme dan esensialisme sangat
mendukung posisi pertama kurikulum ini.
b.
Kurikulum berposisi sebagai jawaban untuk
menyelesaikan berbagai masalah sosial yang berkenaan dengan pendidikan. Posisi
ini dicerminkan oleh pengertian kurikulum yang didasarkan pada pandangan
filosofi progresivisme.
c.
Kurikulum untuk membangun kehidupan masa depan di
mana kehidupan masa lalu, masa sekarang, dan berbagai rencana pengembangan dan
pembangunan bangsa dijadikan dasar untuk mengembangkan kehidupan masa depan. [15]
Secara
formal, tuntutan masyarakat terhadap pendidikan diterjemahkan dalam tujuan
pendidikan nasional, tujuan pendidikan jenjang pendidikan dan tujuan pendidikan
lembaga pendidikan. Tujuan pendidikan nasional adalah tujuan besar pendidikan
bangsa Indonesia yang diharapkan tercapai melalui pendidikan dasar. Apabila
pendidikan dasar Indonesia adalah 9 tahun maka tujuan pendidikan nasional harus
tercapai dalam masa pendidikan 9 tahun yang dialami seluruh bangsa Indonesia.
Tujuan di atas pendidikan dasar tidak mungkin tercapai oleh setiap warga negara
karena pendidikan tersebut, pendidikan menengah dan tinggi, tidak diikuti oleh
setiap warga bangsa. Oleh karena itu kualitas yang dihasilkannya bukanlah
kualitas yang harus dimiliki seluruh warga bangsa tetapi kualitas yang dimiliki
hanya oleh sebagian dari warga bangsa.
Jenjang
Pendidikan Dasar terdiri atas pendidikan Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI)
dan Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) atau program Paket A
dan Paket B. Setiap lembaga pendidikan ini memiliki tujuan yang berbeda. SD/MI
memiliki tujuan yang tidak sama dengan SMP/MTs baik dalam pengertian ruang
lingkup kualitas mau pun dalam pengertian jenjang kualitas. Oleh karena itu
maka kurikulum untuk SD/MI berbeda dari kurikulum untuk SMP/MTs baik dalam
pengertian dimensi kualitas mau pun dalam pengertian jenjang kualitas yang
harus dikembangkan pada diri peserta didik.
Undang-Undang
nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 ayat (3)
menyatakan bahwa kurikulum disusun sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
a.
Peningkatan iman dan takwa.
b.
Peningkatan akhlak mulia.
c.
Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta
didik.
d.
Keragaman potensi daerah dan lingkungan.
e.
Tuntutan pembangunan daerah dan nasional.
f.
Tuntutan dunia kerja.
g.
Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
h.
Agama.
i.
Dinamika perkembangan global; dan
j.
Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.[16]
Pasal ini
jelas menunjukkan berbagai aspek pengembangan kepribadian peserta didik yang
menyeluruh dan pengembangan pembangunan masyarakat dan bangsa, ilmu, kehidupan
agama, ekonomi, budaya, seni, teknologi dan tantangan kehidupan global.
Artinya, kurikulum haruslah memperhatikan permasalahan ini dengan serius dan
menjawab permasalahan ini dengan menyesuaikan diri pada kualitas manusia yang
diharapkan dihasilkan pada setiap jenjang pendidikan (pasal 36 ayat (2).
Secara
formal, tuntutan masyarakat terhadap pendidikan juga diterjemahkan dalam bentuk
rencana pembangunan pemerintah. Rencana besar pemerintah untuk kehidupan bangsa
di masa depan seperti transformasi dari masyarakat agraris ke masyarakat
industri, reformasi dari sistem pemerintahan sentralistis ke sistem
pemerintahan disentralisasi, pengembangan berbagai kualitas bangsa seperti
sikap dan tindakan demokratis, produktif, toleran, cinta damai, semangat
kebangsaan tinggi, memiliki daya saing, memiliki kebiasaan membaca, sikap
senang dan kemampuan mengembangkan ilmu, teknologi dan seni, hidup sehat dan
fisik sehat, dan sebagainya. Tuntutan formal seperti ini harus dapat
diterjemahkan menjadi tujuan setiap jenjang pendidikan, lembaga pendidikan, dan
pada gilirannya menjadi tujuan kurikulum.
Kiranya
tidak berlebihan jika dikatakan bahwa kurikulum 2004 gagal menjawab keseluruhan
spektrum permasalahan masyarakat. Kurikulum 2004 hanya menjawab sebagian
(kecil) dari permasalahan yang ada di masyarakat yaitu rendahnya penguasaan
matematika dan ilmu alamiah (sains) yang diindikasikan dalam tes seperti UAN. Permasalahan lain yang terjadi
di masyarakat dan dirumuskan dalam ketetapan formal seperti undang-undang tidak
menjadi perhatian kurikulum 2004. Tuntutan dunia kerja yang seharusnya menjadi kepedulian
besar dalam model kurikulum berbasis kompetensi tidak muncul karena kompetensi
yang digunakan kurikulum dikembangkan dari disiplin ilmu dan bukan dari dunia
kerja, masyarakat, bangsa atau pun kehidupan global.
Posisi
kurikulum yang dikemukakan di atas barulah pada posisi kurikulum dalam
mengembangkan kehidupan sosial yang lebih baik. Posisi ketiga yaitu kurikulum
merupakan "construct" yang dikembangkan untuk membangun
kehidupan masa depan sesuai dengan bentuk dan karakteristik masyarakat yang
diinginkan bangsa. Posisi ini bersifat konstruktif dan antisipatif untuk
mengembangkan kehidupan masa depan yang diinginkan. Dalam posisi ketiga ini
maka kurikulum seharusnya menjadi jantung pendidikan dalam membentuk generasi
baru dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik mengembangkan potensi
dirinya memenuhi kualitas yang diperlukan bagi kehidupan masa mendatang.
Pertanyaan
yang muncul adalah kualitas apa yang harus dimiliki semua manusia Indonesia
yang telah menyelesaikan wajib belajar 9 tahun? Ini adalah kualitas minimal dan
harus dimiliki seluruh anggota bangsa. Jika pasal 36 ayat (3) Undang-Undang
nomor 20 tahun 2003 dijadikan dasar untuk mengidentifikasi kualitas minimal
yang harus dimiliki bangsa Indonesia maka kurikulum haus mengembangkannya. Jika
mentalitas bangsa Indonesia yang diinginkan adalah mentalitas baru yang
religius, produktif, hemat, memiliki rasa kebangsaan tinggi, mengenal
lingkungan, gemar membaca, gemar berolahraga, cinta seni, inovatif, kreatif,
kritis, demokratis, cinta damai, cinta kebersihan, disiplin, kerja keras,
menghargai masa lalu, menguasai pemanfaatan teknologi informasi dan sebagainya,
maka kurikulum harus mampu mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki
kualitas tersebut sebagai kualitas dasar atau kualitas minimal bangsa yang menjadi
tugas kurikulum SD/MI dan SMP/MTs.
Jika masa
depan ditandai oleh berbagai kualitas baru yang harus dimiliki peserta didik
yang menikmati jenjang pendidikan menengah maka adalah tugas kurikulum untuk
memberikan peluang kepada peserta didik mengembangkan potensi dirinya. Jika
penguasaan ilmu, teknologi, dan seni di jenjang pendidikan menengah diarahkan
untuk persiapan pendidikan tinggi maka kurikulum harus mampu memberi kesempatan
itu. Barangkali untuk itu sudah saatnya konstruksi kurikulum SMA dengan model
penjurusan yang sudah berusia lebih dari 50 tahun itu ditinjau ulang. Model
baru perlu dikembangkan yang lebih efektif, bersesuaian dengan kaidah
pendidikan, dan didasarkan pada kajian keilmuan terutama kajian psikologi
mengenai minat sebagai model penjurusan untuk kurikulum SMA.
6.
Proses Pengembangan Kurikulum dan Tujuan
Pendidikan
Oleh karena
itu Olivia selain mengakui bahwa pengembangan kurikulum adalah suatu proses
yang kompleks lebih lanjut mengatakan “[C]urriculum is a
product of its time...” Secara
singkat dapat dikatakan bahwa dalam pengembangan kurikulum fokus awal memberi
petunjuk jelas apakah kurikulum yang dikembangkan tersebut kurikulum dalam
pandangan tujuan pendidikan tradisional dan modern.[17]
Model
pengembangan kurikulum berikut ini adalah model yang biasanya digunakan dalam
banyak proses pengembangan kurikulum untuk menentukan tujuan pendidikan, yaitu:
a.
Model Kurikulum Lebih Banyak Mengambil Posisi Sebagai
Rencana dan Kegiatan Sosial Budaya
Ide yang
dikembangkan pada langkah awal lebih banyak berfokus pada kualitas apa yang
harus dimiliki dalam proses pembelajaran suatu disiplin ilmu, teknologi, agama,
seni, dan sebagainya. Pada fase pengembangan ide, permasalahan pendidikan hanya
terbatas pada permasalahan transfer dan transmisi. Masalah yang muncul di
masyarakat atau ide tentang masyarakat masa depan tidak menjadi kepedulian
kurikulum. Kegiatan evaluasi diarahkan untuk menemukan kelemahan kurikulum yang
ada, model yang tersedia dan dianggap sesuai untuk suatu kurikulum baru, dan diakhiri
dengan melihat hasil kurikulum berdasarkan tujuan yang terbatas. Keseluruhan
proses pengembangan kurikulum dapat digambarkan sebagai berikut: dalam proses
pengembangan tersebut unsur-unsur luar seperti kebudayaan di mana suatu lembaga
pendidikan berada tidak pula mendapat perhatian. Konsep diversifikasi kurikulum
menempatkan konteks sosial budaya seharusnya menjadi pertimbangan utama.
Sayangnya, karena sifat ilmu yang universal menyebabkan konteks sosial budaya
tersebut terabaikan.
b.
Model Kurikulum Lebih Banyak Mengambil Posisi Sebagai
Evaluasi Terhadap Masyarakat
Model kedua adalah
model yang proses pengembangan kurikulum dimulai dengan evaluasi terhadap
masyarakat. Identifikasi masalah dalam masyarakat dan kualitas yang dimiliki
suatu komunitas pada saat sekarang dijadikan dasar dalam perbandingan dengan
kualitas yang diinginkan masyarakat, sehingga menghasilkan harus dikembangkan
oleh kurikulum. Dalam model ini, maka proses pengembangan kurikulum selalu
dimulai dengan evaluasi terhadap masyarakat. Pencapaian tujuan kurikulum pun
diukur dengan keberhasilan lulusan di masyarakat. [18]
C.
PENUTUP
Kesimpulan
a.
Tujuan pendidikan adalah merupakan suatu masalah
yang sangat fundamental dalam pelaksanaan. Sebab dari tujuan pendidikan itu
akan menentukan corak dan isi pendidikan, dan tujuan pendidikan akan menentukan
ke arah mana peserta didik akan dibawa.
b.
Klasifikasi tujuan pendidikan, yaitu; pertama,
tujuan umum; kedua, tujuan
khusus; ketiga, tujuan tak lengkap; keempat, insendental; kelima, tujuan pranata.
c.
Kurikulum memiliki posisi sentral dalam setiap
upaya pendidikan. Kurikulum seolah-olah hanya dimiliki oleh lembaga pendidikan
modern dan yang telah memiliki rencana tertulis. Sedangkan lembaga pendidikan
yang tidak memiliki rencana tertulis dianggap tidak memiliki kurikulum.
d.
Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional menyatakan bahwa kurikulum disusun memperhatikan; pertama,
peningkatan iman dan takwa; kedua,
peningkatan akhlak mulia; ketiga, peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat
peserta didik; keempat, keragaman
potensi daerah dan lingkungan; kelima, tuntutan pembangunan daerah dan nasional; keenam,
tuntutan dunia kerja; ketujuh, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi,
dan seni; kedelapan, agama; kesembilan, dinamika perkembangan
global; sepuluh, persatuan
nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
e.
Pengembangan kurikulum dalam hal menentukan tujuan
pendidikan, yaitu; pertama, rencana dan kegiatan sosial budaya, kedua,
evaluasi terhadap masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Abrasyi, M. Athiyah, Terj.
Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta:
Bulan Bintang, 1970.
Kemenag RI, Undang-Undang dan
Peraturan Pemerintah RI Tentang Pendidikan, Jakarta:Kemenag RI, 2006.
Klein,
M.F. Curriculum Reform in the Elementary
School: Creating Your Own Agenda, New York and London: Teachers
College, Columbia University, 1986.
Marimba, Achmad D, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam,
Bandung:Al-Ma’arif, 1974.
Olivia, P.F., Developing the
Curriculum edition. New York: Longman, 1997.
Sudjana, Nana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung:Sinar
Baru Algensindo: 2002.
Unruh,
G.G. dan Unruh, A, Curriculum Development: Problems, Processes, and Progress.
Berkeley, California: McCutchan Publishing Corporation, 1984.
[1] Abu Ahamdi dan Nur Uhbiyati, Ilmu
Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hal. 98.
[2] Ibid, hal. 99.
[3] Ibid, hal. 99.
[4] Ibid, hal. 100.
[5] Ibid, hal. 105-108.
[6]Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses
Belajar Mengajar, (Bandung:Sinar Baru Algensindo: 2002), hal . 58.
[7] M. Athiyah Al-Abrasyi, Terj.
Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), hal.
10.
[8] Ibid, hal. 1.
[9] Achmad D. Marimba, Pengantar Filsafat
Pendidikan Islam, (Bandung:Al-Ma’arif, 1974), hal. 49.
[10] Abu Ahamdi dan Nur Uhbiyati, Ilmu
Pendidikan, hal. 135-137.
[11]Kemenag
RI, Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI Tentang Pendidikan,
(Jakarta:Kemenag RI, 2006), hal. 8.
[12] Klein, M.F. Curriculum
Reform in the Elementary School: Creating
Your Own Agenda, (New York and London: Teachers College, Columbia
University, 1986), hal. 15.
[13] Ibid, hal. 16.
[14] Ibid, hal. 17.
[15] Ibid, hal 19.
[16] Kemenag
RI, Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI Tentang Pendidikan,
hal. 25
[17] Olivia, P.F., Developing
the Curriculum edition,( New York: Longman, 1997), hal. 39.
[18] Unruh, G.G. dan Unruh, A. (1984). Curriculum Development: Problems, Processes, and Progress.
Berkeley, (California: McCutchan Publishing Corporation, 1984), hal. 87.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar