Kamis, 15 Maret 2012

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI


MODEL PENGEMBANGAN TUJUAN PENDIDIKAN
oleh : Said Saleh



A.      PENDAHULUAN

Pembahasan mengenai kurikulum tidak mungkin dilepaskan dari  posisi kurikulum dalam pendidikan,  proses pengembangan  kurikulum, dan tujuan pendidikan. Pembahasan mengenai ketiga hal ini dalam urutan seperti itu sangat penting karena pengertian terhadap posisi kurikulum menentukan proses pengembangan kurikulum dalam dunia pendidikan, dan pada gilirannya posisi tersebut menentukan proses pengembangan kurikulum, dan tujuan pendidikan.
Pembahasan mengenai pengertian ini penting karena ada dua alasan utama; pertama, sering kali kurikulum diartikan dalam pengertian yang sempit dan teknis. Dalam pengertian ini,  definisi yang dikemukakan mengenai pengertian kurikulum kebanyakan adalah mengenai komponen yang harus ada dalam suatu kurikulum. Untuk itu berbagai definisi diajukan para ahli sesuai dengan pandangan teoritik atau praktis yang dianutnya. Ini menyebabkan studi tentang kurikulum dipenuhi dengan lautan definisi tentang arti kurikulum tersebut; kedua, definisi yang digunakan akan sangat berpengaruh terhadap apa yang akan dilakukan oleh para pengembang kurikulum. Pengertian sempit atau teknis kurikulum yang digunakan untuk mengembangkan kurikulum adalah sesuatu yang wajar dan merupakan sesuatu yang harus dikerjakan oleh para pengembang kurikulum. Sayangnya, pengertian yang sempit itu turut pula menyempitkan posisi kurikulum dalam pendidikan, sehingga peran dan tujuan pendidikan dalam pembangunan individu, masyarakat, dan bangsa menjadi terbatas pula.
Pembahasan mengenai posisi kurikulum adalah penting karena posisi itu akan memberikan pengaruh terhadap apa yang harus dilakukan kurikulum dalam suatu proses pendidikan. Tidak seperti halnya dengan pengertian kurikulum oleh para ahli kurikulum tidak banyak berbeda dalam posisi kurikulum. Kebanyakan mereka memiliki kesepakatan dalam menempatkan kurikulum di posisi sentral dalam proses pendidikan. Kiranya bukanlah sesuatu yang berlebihan jika dikatakan bahwa proses pendidikan dikendalikan, diatur, dan dinilai berdasarkan kriteria yang ada dalam kurikulum. Pengecualian dari ini adalah apabila proses pendidikan itu menyangkut masalah administrasi di luar isi pendidikan. Meski pun demikian terjadi perbedaan mengenai koordinat posisi sentral tersebut di mana ruang lingkup setiap koordinat ditentukan oleh pengertian kurikulum yang dianut.
Pembahasan mengenai proses pengembangan kurikulum merupakan terjemahan dari pengertian kurikulum, dan posisi kurikulum dalam proses pendidikan dalam bentuk berbagai kegiatan pengembangan. Pengertian dan posisi kurikulum akan menentukan apa yang seharusnya menjadi perhatian awal para pengembang kurikulum, mengembangkan ide kurikulum, mengembangkan ide dalam bentuk dokumen kurikulum, proses implementasi, dan proses evaluasi kurikulum. Pengertian dan posisi kurikulum dalam proses pendidikan menentukan apa yang seharusnya menjadi tolok ukur keberhasilan kurikulum, sebagai bagian dari keberhasilan dan tujuan pendidikan.
B.   PEMBAHASAN
1.      Pengertian Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan adalah merupakan suatu masalah yang sangat fundamental dalam pelaksanaan. Sebab dari tujuan pendidikan itu akan menentukan corak dan isi pendidikan. Dari tujuan pendidikan akan menentukan ke arah mana peserta didik akan dibawa. Masalah pendidikan adalah merupakan masalah yang sangat penting dalam kehidupan. Bukan saja sangat penting, bahkan masalah pendidikan itu sama sekali tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Baik dalam kehidupan keluarga, maupun dalam kehidupan bangsa dan negara. Maju dan mundurnya suatu bangsa sebagian besar ditentukan oleh maju mundurnya pendidikan negara itu.[1]
Mengingat sangat pentingnya pendidikan itu bagi kehidupan bangsa dan negara, maka hampir seluruh negara, maka hampir seluruh negara di dunia ini mengangani secara langsung masalah-masalah yang berhubungan dengan pendidikan. Dalam   hal ini masing-masing negara itu menentukan sendiri tujuan pendidikan di negaranya. Masing-masing bangsa mempunyai pandangan hidup sendiri-sendiri, yang berbeda satu dengan yang lain. Menurut sejarah, bangsa Yunani tujuan pendidikannya ialah ketenteraman.  Mereka berpendapat bahwa berperang adalah suatu perkara yang sangat penting untuk kemaslahatan hidup mereka. Oleh karena itu mereka sangat mementingkan pendidikan jasmani, agar badan mereka menjadi sehat, kuat, dan tangkas, dan siap menghadapi peperangan  di mana perlu. Di antaranya lagi ada yang berpendapat yaitu perasaan halus, dan suka kepada keindahan adalah suatu hal yang utama guna mencapai hidup bahagia. Oleh karena itu, mereka sangat pula mengutamakan pendidikan yang dapat menumbuhkan perasaan halus, dan keindahan seperti seni musik, gambar, melukis, syair, dan sebagainya.[2] 
Adapun menurut Islam, tujuan pendidikan ialah membentuk manusia supaya sehat, cerdas, patuh dan tunduk kepada perintah Allah SWT serta menjauhi larangan-larangan-Nya. Sehingga ia dapat berbahagia hidupnya lahir batin, dunia dan akhirat. Dan masih banyak lagi tujuan-tujuan pendidikan menurut keinginan bangsanya sendiri-sendiri.[3]
Di atas, telah disebutkan bahwa tujuan pendidikan akan menentukan corak dan isi pendidikan. Isi pendidikan itu adalah tidak lain adalah kurikulum. Kurikulumlah yang merupakan alat pembentukan. Dengan demikian, maka dasar pendidikan itu menentukan  corak dan isi dari kurikulum. Kurikulum adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Adapun tujuan akhir dari pendidikan itu adalah mendidik anak agar berguna bagi dirinya sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negaranya.
                                                                                
2.      Klasifikasi  Tujuan Pendidikan
      Menurut Langeveld dalam Abu Ahamdi dan Nur Uhbiyati, tujuan pendidikan itu ada bermacam-macam, yaitu:
a.      Tujuan Umum
Tujuan ini disebut tujuan total, tujuan yang sempurna atau tujuan akhir. Tujuan akhir dari pendidikan adalah untuk membentuk insan kamil atau insan yang sempurna. Manusia dikatakan sempurna apabila dalam hidupnya menunjukkan adanya keselarasan atau keharmonisan antara jasmani dan rohaniah.
b.      Tujuan Khusus
Tujuan-tujuan pendidikan yang telah disesuaikan dengan keadaan-keadaan tertentu, dalam rangka untuk mencapai tujuan umum pendidikan, inilah yang dimaksud dengan tujuan khusus. Pengkhususan tujuan yang disesuaikan dengan kondisi dan situasi-situasi tertentu, misalnya:    
1)      Disesuaikan dengan cita-cita pembangunan suatu bangsa.
2)      Disesuaikan dengan tujuan dari suatu badan atau lembaga pendidikan.
3)      Disesuaikan dengan bakat kemampuan peserta didik.
4)      Disesuaikan dengan tingkat pendidikan, dan sebagainya.
c.       Tujuan Tak Lengkap
Tiap-tiap aspek pendidikan mempunyai tujuan pendidikan sendiri-sendiri. Tujuan dari masing-masing aspek pendidikan inilah yang dimaksud dengan tujuan pendidikan tak lengkap. Sebab masing-masing aspek pendidikan itu menganggap dirinya seolah-olah terlepas dari aspek pendidikan yang lain. Padahal  masing-masing aspek pendidikan itu hanyalah merupakan bagian-bagian dari pendidikan secara keseluruhan. Oleh karena itu tujuan dari masing-masing aspek itu harus dilengkapi dengan tujuan dari aspek-aspek yang lain.
d.      Tujuan Insidentil
Tujuan ini timbul secara kebetulan, secara mendadak dan hanya bersifat sesaat. Misalnya tujuan untuk mengadakan hiburan atau variasi dalam kehidupan sekolah, maka diadakanlah darmawisata ke suatu tempat. Dalam hal ini tujuan itu telah selesai, setelah darmawisata dilaksanakan.
e.       Tujuan Sementara
Tujuan sementara adalah tujuan-tujuan yang ingin kita capai dalam fase-fase tertentu dari pendidikan. Misalnya anak dimasukkan ke sekolah. Tujuannya ialah agar anak dapat membaca dan menulis. Dapat membaca dan menulis ini adalah tujuan sementara.
f.       Tujuan Perantara
Tujuan perantara disebut juga tujuan intermedia. Tujuan ini adalah merupakan alat atau sarana untuk mencapai tujuan-tujuan yang lain, misalnya kita belajar bahasa Inggris atau bahasa Belanda, atau yang lainnya. Tujuan belajar bahasa ini ialah agar kita dapat mempelajari buku-buku bahasa Inggris atau bahasa Belanda atau yang lainnya. [5]
Dalam penjabaran lebih lanjut, sesuai dengan tingkatan, jenis sekolah dan program pendidikan yang diberikan kita mengenal 4 tujuan pendidikan yaitu:
a.    Tujuan umum pendidikan, yakni pembentukan manusia berpancasila.
b. Tujuan institusional (tujuan lembaga pendidikan), yaitu tujuan yang diharapkan dicapai oleh lembaga atau jenis tingkatan sekolah sebagai tujuan antara untuk sampai pada tujuan umum.
c.  Tujuan kurikuler (tujuan bidang studi/mata pelajaran), yaitu penjabaran tujuan institusional berisi program-program pendidikan dalam kurikulum lembaga pendidikan.
d.   Tujuan instruksional (tujuan proses belajar dan mengajar), merupakan tujuan yang terbawah dan jenis tujuan-tujuan di atas. Tujuan ini menyangkut tujuan yang hendak kita capai dalam kegiatan pendidikan kita sehari-hari.[6]    
3.      Tujuan Pendidikan Islam
Ada beberapa pendapat para ahli yang menunjukkan tujuan pendidikan Islam. Di bawah  ini beberapa pendapat para ahli mengenai tujuan pendidikan Islam, yaitu:
a.         Menurut Prof. Dr. M. Athiyah Al-Abrasyi menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah “[P]embentukan moral yang tinggi adalah tujuan-tujuan utama. Pendidikan budi pekerti adalah jiwa dari pendidikan Islam dan Islam telah menyimpulkan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam.”[7]
b.         Menurut Abdurrahman Shaleh menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah “[M]emberikan bantuan kepada manusia yang belum dewasa, supaya cakap menyelesaikan tugas hidupnya yang di ridhai Allah SWT, sehingga terjalinlah kebahagiaan dunia dan akhirat atas kekuasaannya sendiri.”[8]
c.         Menurut Acmad D. Marimba menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam ialah “[T]erbentuknya kepribadian Muslim. Kepribadian muslim ialah kepribadian yang seluruh aspek-aspeknya yakni baik tingkah laku maupun filsafat hidupnya, dan kepercayaannya menunjukkan pengabdian kepada Tuhan, penyerahan diri kepada-nya.”[9] 
4.      Tujuan Pendidikan di Indonesia
Di Indonesia perubahan-perubahan tujuan pendidikan itu pernah terjadi. Berikut ini perubahan-perubahan itu secara kronologis sebagai berikut:
a.       Menurut Mr. Suwandi (tanggal 1 Maret 1945), rumusan tujuan pendidikan membentuk patriotisme. Rumusan ini adalah jawaban yang tepat bagi tahap revolusi fisik yang ditandai oleh kedatangan/kembalinya pemerintah kolonial.
b.      Menurut UUPP No.4/1950, jo No. 12/1954, dalam Bab II, pasal 4 disebutkan dasar pendidikan dan pengajaran berdasar atas asas-asas yang termaktub dalam Pancasila dan atas kebudayaan kebangsaan Indonesia.
c.       Menurut ringkasan Tap. MPRS No.II/MPRS/1960 bahwa tujuan pendidikan  adalah politik dan sistem pendidikan nasional baik yang diselenggarakan oleh pihak pemerintah maupun pihak swasta, supaya melahirkan warga negara Indonesia berjiwa Pancasila, yaitu ketuhanan Yang Maha Esa, perikemanusiaan yang adil dan beradab, kebangsaan, kerakyatan, dan keadilan sosial.
d.     Menurut Keputusan MPRS No. XXVII tahun 1966 bahwa tujuan pendidikan adalah membentuk manusia Pancasila sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki oleh pembukaan UUD 1945 dan isi UUD 1945.
e.       Menurut Ketetapan MPRS No. IV tahun 1973 bahwa tujuan pendidikan adalah pembangunan di bidang pendidikan didasarkan atas falsafah negara Pancasila, dan diarahkan untuk membentuk manusia-manusia pembangunan yang berpancasilais dan membentuk manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohaninya.
f.       Menurut GBHN tahun 1978 dan GBHN Tahun 1983 bahwa tujuan pendidikan: pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan bertujuan meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan Maha esa, kecerdasan, keterampilan, dan mempertinggi berbudi  pekerti dan memperkuat kepribadian.[10]
g.      Menurut UU No. 20 Tahun 2003 pasal 3 menyatakan bahwa “[T]ujuan pendidikan adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[11]  
5.      Posisi Kurikulum Dalam Tujuan Pendidikan
Kurikulum memiliki posisi sentral dalam setiap upaya pendidikan. Kurikulum seolah-olah hanya dimiliki oleh lembaga pendidikan modern dan yang telah memiliki rencana tertulis. Sedangkan lembaga pendidikan yang tidak memiliki rencana tertulis dianggap tidak memiliki kurikulum. Pengertian di atas memang pengertian yang diberlakukan untuk semua unit pendidikan dan secara administratif kurikulum harus terekam secara tertulis.[12]
Posisi sentral ini menunjukkan bahwa di setiap unit pendidikan dan kegiatan kependidikan yang utama adalah proses interaksi akademik antara peserta didik, pendidik, sumber dan lingkungan. Posisi sentral ini menunjukkan pula bahwa setiap interaksi akademik adalah jiwa dari pendidikan. Dapat dikatakan bahwa kegiatan pendidikan atau pengajaran pun tidak dapat dilakukan tanpa interaksi dan kurikulum adalah desain dari interaksi tersebut.
Dalam posisi maka kurikulum merupakan bentuk akuntabilitas lembaga pendidikan terhadap masyarakat. Setiap lembaga pendidikan, apakah lembaga pendidikan yang terbuka untuk setiap orang ataukah lembaga pendidikan khusus haruslah dapat mempertanggungjawabkan apa yang dilakukannya terhadap masyarakat. Lembaga pendidikan tersebut harus dapat memberikan "academic accountability" dan "legal accountability" berupa kurikulum. Oleh karena itu jika ada yang ingin mengkaji dan mengetahui kegiatan akademik apa dan apa yang ingin dihasilkan oleh suatu lembaga pendidikan maka ia harus melihat dan mengkaji kurikulum. Jika seseorang ingin mengetahui apakah yang dihasilkan ataukah pengalaman belajar yang terjadi di lembaga pendidikan tersebut tidak bertentangan dengan hukum maka ia harus mempelajari dan mengkaji kurikulum lembaga pendidikan tersebut. [13]
Dalam pengertian "intrinsik" kependidikan,  maka kurikulum adalah jantung pendidikan Artinya, semua gerak kehidupan kependidikan yang dilakukan sekolah didasarkan pada apa yang direncanakan kurikulum. Kehidupan di sekolah adalah kehidupan yang dirancang berdasarkan apa yang diinginkan kurikulum. Pengembangan potensi peserta didik menjadi kualitas yang diharapkan adalah didasarkan pada kurikulum. Proses belajar yang dialami peserta didik di kelas, di sekolah, dan di luar sekolah dikembangkan berdasarkan apa yang direncanakan kurikulum. Kegiatan evaluasi untuk menentukan apakah kualitas yang diharapkan sudah dimiliki oleh peserta didik dilakukan berdasarkan rencana yang dicantumkan dalam kurikulum. Oleh karena itu kurikulum adalah dasar dan sekaligus pengontrol terhadap aktivitas pendidikan. Tanpa kurikulum yang jelas apalagi jika tidak ada kurikulum sama sekali maka kehidupan pendidikan di suatu lembaga menjadi tanpa arah dan tidak efektif dalam mengembangkan potensi peserta didik menjadi kualitas pribadi yang maksimal.
Untuk menegakkan akuntabilitasnya maka kurikulum tidak boleh hanya membatasi diri pada persoalan pendidikan dalam pandangan perenialisme atau esensialisme. Kedua pandangan ini hanya akan membatasi kurikulum, dan pendidikan, dalam kepeduliannya. Kurikulum dan pendidikan melepaskan diri dari berbagai masalah sosial yang muncul, hidup, dan berkembang di masyarakat. Kurikulum menyebabkan sekolah menjadi lembaga menara gading yang tidak terjamah oleh keadaan masyarakat dan tidak berhubungan dengan masyarakat. Situasi seperti ini tidak dapat dipertahankan dan kurikulum harus memperhatikan tuntutan masyarakat dan rencana bangsa untuk kehidupan masa mendatang. Problema masyarakat harus dianggap sebagai tuntutan, menjadi kepedulian dan masalah kurikulum. Apakah kurikulum bersifat mengembangkan kualitas peserta didik yang diharapkan dapat memperbaiki masalah dan tantangan masyarakat ataukah kurikulum merupakan upaya pendidikan membangun masyarakat baru yang diinginkan bangsa menempatkan kurikulum pada posisi yang berbeda. [14]
Secara singkat, posisi kurikulum dapat disimpulkan menjadi tiga, yaitu:
a.         Kurikulum adalah "construct" yang dibangun untuk mentransfer apa yang sudah terjadi di masa lalu kepada generasi berikutnya untuk dilestarikan, diteruskan atau dikembangkan. Pengertian kurikulum berdasarkan pandangan filosofis perenialisme dan esensialisme sangat mendukung posisi pertama kurikulum ini.
b.         Kurikulum berposisi sebagai jawaban untuk menyelesaikan berbagai masalah sosial yang berkenaan dengan pendidikan. Posisi ini dicerminkan oleh pengertian kurikulum yang didasarkan pada pandangan filosofi progresivisme.
c.         Kurikulum untuk membangun kehidupan masa depan di mana kehidupan masa lalu, masa sekarang, dan berbagai rencana pengembangan dan pembangunan bangsa dijadikan dasar untuk mengembangkan kehidupan masa depan. [15]
Secara formal, tuntutan masyarakat terhadap pendidikan diterjemahkan dalam tujuan pendidikan nasional, tujuan pendidikan jenjang pendidikan dan tujuan pendidikan lembaga pendidikan. Tujuan pendidikan nasional adalah tujuan besar pendidikan bangsa Indonesia yang diharapkan tercapai melalui pendidikan dasar. Apabila pendidikan dasar Indonesia adalah 9 tahun maka tujuan pendidikan nasional harus tercapai dalam masa pendidikan 9 tahun yang dialami seluruh bangsa Indonesia. Tujuan di atas pendidikan dasar tidak mungkin tercapai oleh setiap warga negara karena pendidikan tersebut, pendidikan menengah dan tinggi, tidak diikuti oleh setiap warga bangsa. Oleh karena itu kualitas yang dihasilkannya bukanlah kualitas yang harus dimiliki seluruh warga bangsa tetapi kualitas yang dimiliki hanya oleh sebagian dari warga bangsa.
Jenjang Pendidikan Dasar terdiri atas pendidikan Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) dan Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) atau program Paket A dan Paket B. Setiap lembaga pendidikan ini memiliki tujuan yang berbeda. SD/MI memiliki tujuan yang tidak sama dengan SMP/MTs baik dalam pengertian ruang lingkup kualitas mau pun dalam pengertian jenjang kualitas. Oleh karena itu maka kurikulum untuk SD/MI berbeda dari kurikulum untuk SMP/MTs baik dalam pengertian dimensi kualitas mau pun dalam pengertian jenjang kualitas yang harus dikembangkan pada diri peserta didik.
Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 ayat (3) menyatakan bahwa kurikulum disusun sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
a.    Peningkatan iman dan takwa.
b.    Peningkatan akhlak mulia.
c.    Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik.
d.   Keragaman potensi daerah dan lingkungan.
e.    Tuntutan pembangunan daerah dan nasional.
f.     Tuntutan dunia kerja.
g.    Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
h.    Agama.
i.      Dinamika perkembangan global; dan
j.      Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.[16]
Pasal ini jelas menunjukkan berbagai aspek pengembangan kepribadian peserta didik yang menyeluruh dan pengembangan pembangunan masyarakat dan bangsa, ilmu, kehidupan agama, ekonomi, budaya, seni, teknologi dan tantangan kehidupan global. Artinya, kurikulum haruslah memperhatikan permasalahan ini dengan serius dan menjawab permasalahan ini dengan menyesuaikan diri pada kualitas manusia yang diharapkan dihasilkan pada setiap jenjang pendidikan (pasal 36 ayat (2).
Secara formal, tuntutan masyarakat terhadap pendidikan juga diterjemahkan dalam bentuk rencana pembangunan pemerintah. Rencana besar pemerintah untuk kehidupan bangsa di masa depan seperti transformasi dari masyarakat agraris ke masyarakat industri, reformasi dari sistem pemerintahan sentralistis ke sistem pemerintahan disentralisasi, pengembangan berbagai kualitas bangsa seperti sikap dan tindakan demokratis, produktif, toleran, cinta damai, semangat kebangsaan tinggi, memiliki daya saing, memiliki kebiasaan membaca, sikap senang dan kemampuan mengembangkan ilmu, teknologi dan seni, hidup sehat dan fisik sehat, dan sebagainya. Tuntutan formal seperti ini harus dapat diterjemahkan menjadi tujuan setiap jenjang pendidikan, lembaga pendidikan, dan pada gilirannya menjadi tujuan kurikulum.
Kiranya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa kurikulum 2004 gagal menjawab keseluruhan spektrum permasalahan masyarakat. Kurikulum 2004 hanya menjawab sebagian (kecil) dari permasalahan yang ada di masyarakat yaitu rendahnya penguasaan matematika dan ilmu alamiah (sains) yang diindikasikan dalam tes  seperti UAN. Permasalahan lain yang terjadi di masyarakat dan dirumuskan dalam ketetapan formal seperti undang-undang tidak menjadi perhatian kurikulum 2004. Tuntutan dunia kerja yang seharusnya menjadi kepedulian besar dalam model kurikulum berbasis kompetensi tidak muncul karena kompetensi yang digunakan kurikulum dikembangkan dari disiplin ilmu dan bukan dari dunia kerja, masyarakat, bangsa atau pun kehidupan global.
Posisi kurikulum yang dikemukakan di atas barulah pada posisi kurikulum dalam mengembangkan kehidupan sosial yang lebih baik. Posisi ketiga yaitu kurikulum merupakan "construct" yang dikembangkan untuk membangun kehidupan masa depan sesuai dengan bentuk dan karakteristik masyarakat yang diinginkan bangsa. Posisi ini bersifat konstruktif dan antisipatif untuk mengembangkan kehidupan masa depan yang diinginkan. Dalam posisi ketiga ini maka kurikulum seharusnya menjadi jantung pendidikan dalam membentuk generasi baru dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik mengembangkan potensi dirinya memenuhi kualitas yang diperlukan bagi kehidupan masa mendatang.
Pertanyaan yang muncul adalah kualitas apa yang harus dimiliki semua manusia Indonesia yang telah menyelesaikan wajib belajar 9 tahun? Ini adalah kualitas minimal dan harus dimiliki seluruh anggota bangsa. Jika pasal 36 ayat (3) Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 dijadikan dasar untuk mengidentifikasi kualitas minimal yang harus dimiliki bangsa Indonesia maka kurikulum haus mengembangkannya. Jika mentalitas bangsa Indonesia yang diinginkan adalah mentalitas baru yang religius, produktif, hemat, memiliki rasa kebangsaan tinggi, mengenal lingkungan, gemar membaca, gemar berolahraga, cinta seni, inovatif, kreatif, kritis, demokratis, cinta damai, cinta kebersihan, disiplin, kerja keras, menghargai masa lalu, menguasai pemanfaatan teknologi informasi dan sebagainya, maka kurikulum harus mampu mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kualitas tersebut sebagai kualitas dasar atau kualitas minimal bangsa yang menjadi tugas kurikulum SD/MI dan SMP/MTs.
Jika masa depan ditandai oleh berbagai kualitas baru yang harus dimiliki peserta didik yang menikmati jenjang pendidikan menengah maka adalah tugas kurikulum untuk memberikan peluang kepada peserta didik mengembangkan potensi dirinya. Jika penguasaan ilmu, teknologi, dan seni di jenjang pendidikan menengah diarahkan untuk persiapan pendidikan tinggi maka kurikulum harus mampu memberi kesempatan itu. Barangkali untuk itu sudah saatnya konstruksi kurikulum SMA dengan model penjurusan yang sudah berusia lebih dari 50 tahun itu ditinjau ulang. Model baru perlu dikembangkan yang lebih efektif, bersesuaian dengan kaidah pendidikan, dan didasarkan pada kajian keilmuan terutama kajian psikologi mengenai minat sebagai model penjurusan untuk kurikulum SMA. 
6.      Proses Pengembangan Kurikulum dan Tujuan Pendidikan
Oleh karena itu Olivia selain mengakui bahwa pengembangan kurikulum adalah suatu proses yang kompleks lebih lanjut mengatakan “[C]urriculum is a product of its time...” Secara singkat dapat dikatakan bahwa dalam pengembangan kurikulum fokus awal memberi petunjuk jelas apakah kurikulum yang dikembangkan tersebut kurikulum dalam pandangan tujuan pendidikan tradisional dan modern.[17]
Model pengembangan kurikulum berikut ini adalah model yang biasanya digunakan dalam banyak proses pengembangan kurikulum untuk menentukan tujuan pendidikan, yaitu:

a.    Model Kurikulum Lebih Banyak Mengambil Posisi Sebagai Rencana dan Kegiatan Sosial Budaya
Ide yang dikembangkan pada langkah awal lebih banyak berfokus pada kualitas apa yang harus dimiliki dalam proses pembelajaran suatu disiplin ilmu, teknologi, agama, seni, dan sebagainya. Pada fase pengembangan ide, permasalahan pendidikan hanya terbatas pada permasalahan transfer dan transmisi. Masalah yang muncul di masyarakat atau ide tentang masyarakat masa depan tidak menjadi kepedulian kurikulum. Kegiatan evaluasi diarahkan untuk menemukan kelemahan kurikulum yang ada, model yang tersedia dan dianggap sesuai untuk suatu kurikulum baru, dan diakhiri dengan melihat hasil kurikulum berdasarkan tujuan yang terbatas. Keseluruhan proses pengembangan kurikulum dapat digambarkan sebagai berikut: dalam proses pengembangan tersebut unsur-unsur luar seperti kebudayaan di mana suatu lembaga pendidikan berada tidak pula mendapat perhatian. Konsep diversifikasi kurikulum menempatkan konteks sosial budaya seharusnya menjadi pertimbangan utama. Sayangnya, karena sifat ilmu yang universal menyebabkan konteks sosial budaya tersebut terabaikan.
b.   Model Kurikulum Lebih Banyak Mengambil Posisi Sebagai Evaluasi Terhadap Masyarakat  
Model kedua adalah model yang proses pengembangan kurikulum dimulai dengan evaluasi terhadap masyarakat. Identifikasi masalah dalam masyarakat dan kualitas yang dimiliki suatu komunitas pada saat sekarang dijadikan dasar dalam perbandingan dengan kualitas yang diinginkan masyarakat, sehingga menghasilkan harus dikembangkan oleh kurikulum. Dalam model ini, maka proses pengembangan kurikulum selalu dimulai dengan evaluasi terhadap masyarakat. Pencapaian tujuan kurikulum pun diukur dengan keberhasilan lulusan di masyarakat. [18]

C.      PENUTUP
Kesimpulan
a.         Tujuan pendidikan adalah merupakan suatu masalah yang sangat fundamental dalam pelaksanaan. Sebab dari tujuan pendidikan itu akan menentukan corak dan isi pendidikan, dan tujuan pendidikan akan menentukan ke arah mana peserta didik akan dibawa.
b.         Klasifikasi tujuan pendidikan, yaitu; pertama, tujuan umum; kedua,  tujuan khusus; ketiga, tujuan tak lengkap; keempat,  insendental; kelima, tujuan pranata.
c.         Kurikulum memiliki posisi sentral dalam setiap upaya pendidikan. Kurikulum seolah-olah hanya dimiliki oleh lembaga pendidikan modern dan yang telah memiliki rencana tertulis. Sedangkan lembaga pendidikan yang tidak memiliki rencana tertulis dianggap tidak memiliki kurikulum.
d.        Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa kurikulum disusun memperhatikan; pertama,  peningkatan iman dan takwa; kedua, peningkatan akhlak mulia; ketiga, peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; keempat,  keragaman potensi daerah dan lingkungan; kelima,  tuntutan pembangunan daerah dan nasional; keenam, tuntutan dunia kerja; ketujuh, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; kedelapan, agama; kesembilan, dinamika perkembangan global; sepuluh,  persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
e.         Pengembangan kurikulum dalam hal menentukan tujuan pendidikan, yaitu; pertama, rencana dan kegiatan sosial budaya, kedua, evaluasi terhadap masyarakat.




DAFTAR PUSTAKA

Al-Abrasyi, M. Athiyah,  Terj. Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam,  Jakarta: Bulan Bintang, 1970.

Kemenag  RI, Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI Tentang Pendidikan, Jakarta:Kemenag RI, 2006.

Klein, M.F. Curriculum Reform in the Elementary School: Creating Your Own Agenda, New York and London: Teachers College, Columbia University, 1986.

Marimba, Achmad D, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung:Al-Ma’arif, 1974.

Olivia, P.F., Developing the Curriculum edition. New York: Longman, 1997.
Sudjana, Nana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung:Sinar Baru Algensindo: 2002.

Unruh, G.G. dan Unruh, A,  Curriculum Development: Problems, Processes, and Progress. Berkeley, California: McCutchan Publishing Corporation, 1984.




[1] Abu Ahamdi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hal.  98.
[2] Ibid, hal. 99.
[3] Ibid, hal. 99.
[4] Ibid, hal. 100.
[5] Ibid, hal. 105-108.
[6]Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung:Sinar Baru Algensindo: 2002), hal . 58.
[7] M. Athiyah Al-Abrasyi, Terj. Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), hal. 10.
[8] Ibid, hal. 1.
[9] Achmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung:Al-Ma’arif, 1974), hal. 49.
[10] Abu Ahamdi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, hal. 135-137.
[11]Kemenag  RI, Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI Tentang Pendidikan, (Jakarta:Kemenag RI, 2006), hal. 8.
[12] Klein, M.F. Curriculum Reform in the Elementary School: Creating Your Own Agenda, (New York and London: Teachers College, Columbia University, 1986), hal. 15.
[13] Ibid, hal. 16.
[14] Ibid, hal. 17.
[15] Ibid, hal 19.
[16] Kemenag  RI, Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI Tentang Pendidikan, hal. 25
[17] Olivia, P.F., Developing the Curriculum edition,( New York: Longman, 1997), hal. 39.
[18] Unruh, G.G. dan Unruh, A. (1984). Curriculum Development: Problems, Processes, and Progress. Berkeley, (California: McCutchan Publishing Corporation, 1984), hal. 87.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar