MUATAN LOKAL
Pemberlakuan KTSP membawa implikasi bagi satuan
pendidikan dalam melaksanakan pembelajaran. Semua mata pelajaran yang terdapat
dalam bagian A Struktur Kurikulum dalam Standar Isi telah dilengkapi dengan
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar masing-masing. Sedangkan Mata Pelajaran
Muatan Lokal yang merupakan kegiatan kurikuler yang harus diajarkan di kelas
tidak dilengkapi Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Hal ini dapat dimengerti
karena Standar Isi (termasuk Standar Kompetensi dan Kopetensi Dasar) yang
disiapkan oleh pusat tidak mungkin dapat mengakomodasi kebutuhan daerah dan
lingkungan yang beranekaragam.
Setiap satuan pendidikan harus menyusun Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk muatan lokal yang dipilihnya.
Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk mata pelajaran
Muatan Lokal bukanlah pekerjaan yang mudah. Oleh karena itu, tim kurikulum di
setiap satuan pendidikan perlu menjalin kerjasama dengan berbagai pihak untuk
mengembangkan muatan lokal yang sesuai dengan kebutuhan lingkungan, kondisi
satuan pendidikan, dan peserta didik masing-masing.
A. Pengertian
Muatan Lokal adalah kegiatan kurikuler untuk
mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah,
termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam
mata pelajaran yang ada. Substansi mata pelajaran Muatan Lokal ditentukan oleh
satuan pendidikan dan tidak terbatas
pada mata pelajaran keterampilan.
Muatan Lokal merupakan bagian dari struktur dan muatan
kurikulum yang terdapat pada Standar Isi di dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan. Keberadaan mata pelajaran Muatan Lokal merupakan bentuk
penyelenggaraan pendidikan yang tidak terpusat, sebagai upaya agar
penyelenggaraan pendidikan di masing-masing daerah lebih meningkat relevansinya
terhadap keadaan dan kebutuhan daerah yang bersangkutan. Hal ini sejalan dengan
salah satu prinsip pengembangan KTSP bahwa kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan
kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan
memberdayakan, sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Muatan Lokal merupakan mata pelajaran, sehingga satuan
pendidikan harus mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk
setiap jenis muatan lokal yang diselenggarakan. Satuan pendidikan dapat
menyelenggarakan satu mata pelajaran Muatan Lokal setiap semester. Ini berarti
bahwa dalam satu tahun pembelajaran, satuan pendidikan dapat menyelenggarakan
lebih dari satu mata pelajaran Muatan Lokal untuk setiap
tingkat.
B.
Konsep Pengembangan
Pengembangan muatan lokal
perlu memperhatikan potensi daerah yang meliputi (1) Sumber Daya Alam (SDA); (2) Sumber Daya
Manusia (SDM); (3) Geografis; (4)
Budaya; dan (5) Historis.
1.
Keterkaitan Muatan Lokal dengan Potensi SDA
Sumber Daya Alam (SDA) adalah potensi yang terkandung dalam
bumi, air, dan udara yang dalam bentuk asalnya dapat didayagunakan untuk
berbagai kepentingan. Contoh untuk bidang: pertanian (a.l. padi, buah-buahan,
ubi kayu, jagung, sayur-sayuran dll.), perkebunan (a.l. tebu, tembakau, kopi,
karet, coklat dll.), peternakan (a.l. unggas, sapi, kambing dll.), dan
perikanan (a.l. ikan laut/tawar, tumbuhan laut dll.).
2.
Keterkaitan Muatan Lokal dengan Potensi SDM
Sumber Daya Manusia (SDM) adalah manusia dengan segenap
potensi yang dimilikinya dapat dimanfaatkan dan dikembangkan agar menjadi
makhluk sosial yang adaptif (mampu
menyesuaikan diri terhadap tantangan alam, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, dan perubahan sosial budaya) dan transformatif
(mampu memahami, menterjemahkan, dan
mengembangkan seluruh pengalaman dan kontak sosialnya bagi kemaslahatan diri
dan lingkungannya pada masa depan), sehingga mampu mendayagunakan potensi alam
di sekitarnya secara seimbang dan berkesinambungan.
Aspek SDM menjadi penentu keberhasilan dari semua
aspek/potensi muatan lokal, karena SDM sebagai sumber daya dapat memberi dampak positif dan negatif
terhadap kualitas muatan lokal yang akan dikembangkan, bergantung kepada
paradigma, kultur, dan etos kerja SDM yang bersangkutan. Tidak ada realisasi
dan implementasi muatan lokal tanpa melibatkan dan memposisikan manusia sebagai
aspek sentral dalam proses pencapaiannya.
3.
Keterkaitan Muatan Lokal dengan Potensi Geografis
Proses pengkajian muatan lokal ditinjau dari aspek
geografi perlu memperhatikan berbagai aspek, seperti aspek oseanologi (potensi kelautan), antropologi (ragam budaya/suku bangsa yang
sangat potensial untuk dikembangkan sebagai sektor pariwisata), ekonomi
(meningkatkan kehidupan/taraf hidup masyarakat setempat) dan demografi
(daerah/obyek wisata). Aspek-aspek dimaksud merupakan salah satu aspek penentu
dalam menetapkan potensi muatan lokal.
4.
Keterkaitan Muatan Lokal dengan Potensi Budaya
Budaya merupakan suatu sikap, sedangkan sumber sikap
adalah kebudayaan. Untuk itu, salah satu sikap menghargai kebudayaan suatu
daerah, adalah upaya masyarakat setempat
untuk melestarikan dan menonjolkan ciri khas budaya daerah menjadi muatan
lokal. Sebagai contoh muatan lokal yang berkaitan dengan aspek budaya, antara
lain berbagai upacara keagamaan/adat istiadat (upacara Ngaben di Bali, Sekaten
dan Grebeg di Yogyakarta dll.).
5.
Keterkaitan Muatan Lokal dengan Potensi Historis
Potensi historis merupakan potensi sejarah dalam wujud
peninggalan benda-benda purbakala maupun tradisi yang masih dilestarikan hingga
saat ini. Konsep historis jika dioptimalkan pengelolaannya akan menjadi
arena/wahana wisata yang bisa menjadi aset, bahkan menjadi keunggulan lokal
dari suatu daerah tertentu. Untuk itu, perlu dilakukan pelestarian terhadap
nilai-nilai tradisional dengan memberi sentuhan baru agar terjadi perpaduan
antara kepentingan tradisional dan kepentingan modern, sehingga aset atau
potensi sejarah bisa menjadi bagian dari muatan lokal. Misalnya, Satuan
Pendidikan di sekitar objek wisata Candi Borobudur, Magelang mengembangkan muatan
lokal kepariwisataan.
C. Acuan Pengembangan
Muatan Lokal
dapat dikembangkan dan dilaksanakan oleh satuan pendidikan tingkat SMA
berdasarkan:
1. Sumber Daya Alam (SDA), Sumber
Daya Manusia (SDM), potensi dan kebutuhan daerah yang mencakup aspek ekonomi, budaya, bahasa, teknologi informasi
dan komunikasi (TIK), ekologi, dan lain-lain;
2.
Kebutuhan, minat, dan bakat peserta didik;
3.
Ketersediaan daya dukung/potensi satuan pendidikan
(internal) antara lain:
·
Kurikulum Satuan Pendidikan yang memuat mata pelajaran
muatan lokal;
· Sarana prasarana: ruang belajar, peralatan praktik, media
pembelajaran, buku/bahan ajar sesuai dengan mata pelajaran muatan lokal yang
diselenggarakan;
·
Ketenagaan dengan keahlian sesuai tuntutan mata pelajaran
muatan lokal;
·
Biaya operasional pendidikan yang diperoleh melalui
berbagai sumber.
4.
Ketersediaan daya dukung eksternal antara lain:
· Dukungan Pemda Kab./Kota berupa kebijakan, pembinaan dan
fasilitas/pembiayaan;
· Stakeholders yang memiliki kepedulian untuk mendukung
keseluruhan proses penyelenggaraan mata pelajaran muatan lokal, mulai dari
proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program;
· Nara sumber yang memiliki kemampuan/keahlian sesuai
dengan mata pelajaran Muatan Lokal yang
diselenggarakan oleh Satuan Pendidikan;
· Satuan pendidikan formal lain dan/atau satuan
pendidikan non formal yang
terakreditasi.
D. Ruang Lingkup Muatan Lokal
Ruang lingkup muatan lokal untuk SMA dapat berupa:
1. Lingkup
Keadaan dan Kebutuhan Daerah/Lingkungan
Keadaan lingkungan satuan pendidikan/daerah yang
berkaitan dengan lingkungan alam, sosial ekonomi, dan sosial budaya yang selalu
menuntut perkembangan. Kebutuhan daerah, misalnya di bidang jasa, perdagangan,
pariwisata, industri, dsb. adalah segala sesuatu yang diperlukan oleh
masyarakat lingkungan, khususnya untuk kelangsungan hidup dan peningkatan taraf
kehidupan masyarakat yang disesuaikan dengan arah perkembangan serta potensi
yang ada di daerah. Kebutuhan dimaksud,
meliputi :
a.
Pelestarian dan pengembangan kebudayaan daerah;
b.
Peningkatan kemampuan dan keterampilan di bidang
tertentu;
c. Peningkatan penguasaan bahasa Inggris dan bahasa asing
lain untuk keperluan berkomunikasi, dan menunjang pemberdayaan individu dalam
menerapkan belajar sepanjang hayat;
d.
Peningkatan kemampuan berwirausaha.
2.
Lingkup Isi/Jenis Muatan
Lokal untuk SMA, dapat berupa:
a.
Bahasa asing yang tidak terdapat dalam mata pelajaran
pada struktur kurikulum satuan pendidikan yang bersangkutan;
b.
Kesenian daerah, budaya, dan adat istiadat;
c.
Keterampilan dan kerajinan yang dapat digunakan untuk
berwirausaha;
d.
Pengetahuan tentang berbagai ciri khas lingkungan alam,
sosial, dan budaya daerah, serta permasalahan dan solusinya;
e.
Materi lain yang dianggap perlu untuk pembangunan
masyarakat dan pemerintah daerah yang menunjang pembangunan nasional di
antaranya, pengembangan karakter, kewirausahaan, kepariwisataan, dan konservasi
(menjaga, memelihara, dan memanfaatkan) flora/fauna.
D.
Implementasi
Penerapan Muatan Lokal diharapkan dapat memberikan bekal pengetahuan,
keterampilan, dan perilaku kepada peserta didik agar mereka memiliki wawasan
yang luas tentang keadaan lingkungan daerah dan kebutuhan masyarakatnya sesuai
dengan nilai-nilai/aturan yang berlaku serta ikut mengambil bagian dalam
mendukung kelangsungan pembangunan daerah dan pembangunan nasional.
Melalui implementasi Muatan Lokal yang dikembangkan di satuan pendidikan, diharapkan
peserta didik dapat:
- mengenal dan menjadi lebih akrab dengan lingkungan alam, sosial, dan budaya daerah;
- memiliki bekal kemampuan dan keterampilan serta pengetahuan mengenai lingkungan daerah yang berguna bagi dirinya dan masyarakat pada umumnya;
- memiliki sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai/aturan yang berlaku di daerah, serta melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai luhur budaya daerah dalam rangka menunjang pembangunan nasional;
- berpartisipasi dalam pembangunan masyarakat dan pemerintah daerah.
F. Penilaian
Penilaian hasil belajar mata pelajaran muatan lokal
disesuaikan dengan kelompok mata pelajaran yang relevan dengan SK dan KD yang
dikembangkan. Nilai mata pelajaran muatan lokal berupa nilai kuantitatif (untuk
aspek pengetahuan dan atau praktik) dan kualitatif (untuk aspek afektif).
Seperti mata pelajaran lain dalam KTSP, penilaian untuk muatan lokal
menggunakan acuan kriteria. Oleh karena itu, perlu dibuat
kriteria ketuntasan minimal untuk mata pelajaran muatan lokal.
G. Pelaporan
Setiap
akhir semester hasil belajar muatan lokal bersama hasil belajar mata pelajaran
lain dilaporkan kepada orangtua/wali peserta didik dalam bentuk Laporan Hasil
Belajar (rapor) berupa angka (untuk aspek pengetahuan dan atau praktik) dan
predikat (untuk aspek afektif), disertai deskripsi kemajuan belajar/ketercapaian kompetensi peserta didik.